Liputan6.com, Jakarta Pakar kesehatan Dicky Budiman menilai kasus ibu hamil yang meninggal di Papua, Irene Sokoy, serta janin dalam kandungannya dinilai sebagai contoh klasik three delays. Dalam dunia medis, ini dikenal sebagai tiga jenis keterlambatan yang menyebabkan kematian maternal di negara berkembang.
“Ini adalah contoh klasik yang dalam ilmu kesehatan ibu dan anak kita sebut sebagai three delays atau tiga jenis keterlambatan yang menyebabkan kematian maternal di negara berkembang. Terlambat ditolong, terlambat sampai ke fasilitas kesehatan, dan terlambat mendapat pelayanan yang tepat meski sudah berada di faskes, luar biasa ini sangat miris,” kata pakar kesehatan Dicky Budiman melalui pesan suara, Senin (24/11/2025).
Irene, ibu hamil enam bulan yang meninggal dunia diduga akibat penanganan yang telat setelah ditolak oleh beberapa rumah sakit. Janin yang ada dalam kandungannya pun tak dapat diselamatkan. Dicky menilai, kisah tragis Irene Sokoy di Papua adalah peristiwa yang tidak boleh terjadi di sistem kesehatan mana pun.
Dalam berbagai studi, sambung Dicky, pola kasus kematian ibu dan anak seperti ini termasuk dalam kasus preventable maternal death atau kematian yang secara teori bisa dicegah jika sistem kesehatan bekerja sebagaimana mestinya.
“Jadi sistemnya enggak jalan nih,” katanya.
Dokter yang sejak 2004 aktif masuk ke wilayah Papua untuk melakukan penguatan pembangunan kesehatan juga menerangkan, dari sisi hukum dan etik, rumah sakit tidak boleh menolak dan menunda layanan gawat darurat.
“Dari sisi hukum dan etik, tidak boleh ada penolakan dan penundaan layanan gawat darurat hanya karena uang muka atau kelas BPJS Kesehatan. Ini secara regulasi di Indonesia, aturannya sudah sangat jelas dan tegas, ada Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.”
“Dan, bahkan dalam keadaan gawat darurat, fasilitas kesehatan tuh dilarang menolak pasien dan meminta uang muka, ada Permenkes soal standar IGD (instalasi gawat darurat),” ucapnya.
Kemenkes Turunkan Tim Investigasi
Merespons kasus kematian ibu hamil Irene Sokoy, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) segera mengirimkan tim ke Papua untuk melakukan investigasi kasus bersama Dinas Kesehatan setempat.
“Kemenkes akan mengirimkan tim dari Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan ke Papua untuk menginvestigasi kasus ini bersama Dinas Kesehatan setempat,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, dalam keterangan tertulis pada Minggu, 23 November 2025.
Jika ditemukan indikasi pelanggaran, Kemenkes bakal memberikan sanksi tegas pada RS yang menolak pasien.
“Apabila ditemukan indikasi pelanggaran, pastinya akan ada sanksi tegas yang dikenakan untuk RS yang diduga menolak pasien,” tambahnya.
Aji juga menyampaikan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien. Rumah sakit harus bertindak profesional dengan mengutamakan keselamatan pasien dibanding masalah administrasi.
”Penolakan pasien oleh RS merupakan pelanggaran UU Kesehatan yang dapat mengarah ke unsur pidana.”
“Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turut berbelasungkawa dan menyayangkan insiden yang terjadi,” ujar Aji.
Sebelumnya, kisah tragis dialami Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Sentani, Jayapura, Papua. Ibu hamil ini meninggal dunia bersama janin 6 bulan di kandungannya diduga gara-gara telat mendapat pertolongan. Padahal kondisinya sudah bukaan enam dan mengalami pecah ketuban.
Kronologi Kejadian
Cerita pilu Irene diungkap kakak iparnya, Ivon Kabey. Ivon menduga kuat penyebab kematian adiknya karena keterlambatan pelayanan serta penolakan rujukan di beberapa rumah sakit di Kota Jayapura.
"Awalnya kami tiba di RSUD Yowari pukul 15.00 WIT dengan status pasien pembukaan enam dan ketuban pecah, tetapi proses persalinan tidak kunjung ditangani karena dugaan bayi berukuran besar, yakni empat kilogram," katanya seperti mengutip Antara, Sabtu (22/11/2025).
Keluarga kemudian meminta percepatan rujukan karena kondisi Irene Sokoy semakin gelisah. Tetapi surat rujukan baru selesai mendekati tengah malam, diikuti keterlambatan ambulans yang baru tiba pukul 01.22 WIT.
Dalam proses rujukan ternyata tak semulus yang mereka kira. Irene dan bayi di kandungannya mendatangi tiga rumah sakit tapi tak juga mendapat penanganan hingga akhirnya meninggal dunia di perjalanan.
Dalam situasi genting, setiap rumah sakit yang didatangi dengan susah payah menolak untuk menangani Irene dengan berbagai alasan.
"Rujukan ke RS Dian Harapan dan RS Abe menolak karena ruangan penuh serta renovasi fasilitas, lanjut kami ke RS Bayangkara pasien tidak diterima tanpa uang muka Rp4 juta, saat akan ke RS Dok II Irene meninggal di perjalanan pukul 05.00," ujarnya.
Dia menyesalkan peristiwa ini. Adiknya harus meninggal dunia bersama bayi yang dikandung karena penanganan rumah sakit yang tidak cepat.
"Sejak awal adik ipar saya tidak ditangani dengan baik, kami ke beberapa rumah sakit dan terus ditolak, sampai akhirnya adik saya meninggal dalam perjalanan bersama bayi yang dikandung," katanya.
Respons RSUD Yowari
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, drg Maryen Braweri, buka suara setelah kematian Irene ramai diperbincangkan.
Menurutnya, rumah sakit sudah memberikan penanganan pasien sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
"Kami menangani pasien berdasarkan koordinasi perawat dengan dokter spesialis kandungan yang bertugas saat itu melalui sambungan telepon karena sedang tidak berada di Papua," ujarnya.
Dia menambahkan, sebenarnya ada dua dokter spesialis kandungan di rumah sakit mereka. Hanya saja, satu orang sedang pendidikan.
"Kami memang memiliki dua dokter spesialis kandungan, tetapi salah satunya sedang pendidikan, sehingga saat ini hanya satu dokter yang menangani pelayanan kehamilan di RSUD Yowari," katanya.
Pihak rumah sakit pun meminta maaf kepada keluarga korban.
"Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga almarhumah, yang mana atas kekurangan sumber daya manusia di RSUD Yowari mengakibatkan Ibu Irene Sokoy meninggal dunia," ujarnya lagi.
.png)
2 days ago
8
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5423880/original/034821800_1764120445-IMG-20251126-WA0008.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5115822/original/007897700_1738324654-Screenshot_2025-01-31_184712.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393654/original/047231900_1761566632-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_6.57.20_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5394791/original/037000600_1761640597-kakseto.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393710/original/099592200_1761575550-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_22.20.05.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4402814/original/059145300_1681978923-20230420-Pakaian-Impor-Bekas-Lebaran-Idul-Fitri-Iqbal-1.jpg)







