Liputan6.com, Jakarta - NASA semakin serius menyiapkan misi luar angkasa jangka panjang yang akan membawa manusia ke bulan, bahkan Mars.
Salah satu tantangan terberat dalam misi ruang angkasa jangka panjang adalah memastikan kru (astronaut) tetap sehat meski harus tinggal jauh dari Bumi selama bertahun-tahun.
Mengutip Digital Trends, Jumat (22/8/2025), NASA bekerja sama dengan Google untuk mengembangkan sistem Crew Medical Officer Digital Assistant (CMO-DA), sebuah asisten medis digital berbasis kecerdasan buatan (AI).
"Dokter AI" ini dirancang sebagai Clinical Decision Support System (CDSS), yang dapat membantu kru mendiagnosis dan menangani masalah kesehatan ketika komunikasi real-time dengan dokter di Bumi tidak memungkinkan.
Google menjelaskan, teknologi ini menggunakan natural language processing dan machine learning untuk menganalisis kesehatan kru secara langsung.
Dengan begitu, astronaut tetap bisa mendapatkan panduan medis berbasis data tanpa harus menunggu instruksi dari Bumi yang sering tertunda karena jarak jutaan kilometer.
Cara Kerja Dokter AI di Luar Angkasa
Menurut penjelasan Google, CMO-DA berfungsi layaknya asisten medis pribadi. Sistem ini dilatih menggunakan literatur medis penerbangan luar angkasa dan memanfaatkan prediksi berbasis data untuk memberikan saran diagnosis maupun perawatan.
Astronaut nantinya bisa menggunakan antarmuka multimodal untuk melaporkan gejala yang dialami.
Dari data itu, AI akan memberikan rekomendasi langkah medis, mulai dari pengobatan luka hingga tindakan darurat seperti intubasi atau perawatan cairan intravena.
Hasil uji awal menunjukkan AI ini cukup andal dalam mengenali gejala dan memberikan saran medis. Bahkan, beberapa diagnosis dinilai sebanding dengan hasil konsultasi dokter.
Jika berhasil disempurnakan, sistem ini akan berperan vital dalam menjaga kesehatan kru selama misi bulan atau Mars yang bisa berlangsung tahunan.
Dukungan Dokter Bumi Masih Diperlukan
Meskipun sistem AI dinilai menjanjikan, NASA tidak serta-merta melepas kendali sepenuhnya kepada teknologi.
Badan antariksa ini tetap melibatkan tim dokter untuk menguji dan memverifikasi akurasi dari sistem CMO-DA sebelum diterapkan dalam misi jangka panjang.
Tujuannya jelas, yakni memastikan bahwa rekomendasi medis yang diberikan benar-benar selaras dengan standar kesehatan modern dan dapat diandalkan dalam situasi kritis.
Google sendiri menegaskan bahwa CMO-DA tidak dirancang untuk menggantikan peran dokter di Bumi, melainkan sebagai asisten bagi kru ketika komunikasi dengan pusat kendali terganggu atau terhambat jeda waktu.
Dengan analisis data kesehatan secara real-time, sistem ini memberikan lapisan tambahan dalam pengambilan keputusan medis berbasis bukti.
Jika pengembangan ini berhasil, teknologi serupa bisa diterapkan di Bumi, terutama di wilayah terpencil yang sulit dijangkau layanan medis konvensional.
Menuju Misi Bulan dan Mars
NASA tengah menyiapkan program Artemis yang memungkinkan astronot tinggal lebih lama di orbit bulan atau bahkan di permukaan bulan.
Lebih jauh lagi, misi Mars diperkirakan mulai dijajaki pada 2030-an. Semua skenario itu menuntut kesiapan medis yang jauh lebih kompleks dibandingkan International Space Station (ISS).
Dengan adanya dukungan AI medis, para kru tidak lagi sepenuhnya bergantung pada instruksi dokter di Bumi. Mereka bisa mendapatkan penanganan cepat yang dapat menyelamatkan nyawa.
Kolaborasi NASA dan Google ini memperlihatkan bagaimana teknologi kecerdasan buatan mulai masuk ke aspek paling kritis dalam eksplorasi luar angkasa: keselamatan manusia.
Jika berhasil, “dokter AI” bisa jadi tonggak baru dalam sejarah misi ruang angkasa sekaligus inspirasi penerapan AI di bidang kesehatan global.