Liputan6.com, Jakarta - Ada cara baru belajar sains lebih santai dan menyenangkan. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menggelar acara "Kopisains: The Spirit of Quantum" pada Jumat (19/9/2025) di sebuah kafe di Jakarta.
Acara ini digelar dengan tujuan mengajak masyarakat umum berdiskusi tentang fisika kuantum, salah satu bidang sains yang sering dianggap rumit.
Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains Teknologi (Minat Saintek), Prof. Dr. Eng. Yudi Darma, M.Si., mengatakan diskusi semacam ini sudah dilakukan sejak lama.
"Dulu para peneliti dunia seperti Oppenheimer, Einstein, dan Niels Bohr sering berdiskusi rencana penelitian mereka di kedai kopi. Kami ingin masyarakat terbiasa membunyikan sains di mana saja," kata Prof. Yudi.
Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof. Dr. Husein Alatas, M.Si., menjelaskan fisika kuantum dengan contoh dekat dengan kehidupan sehari-hari, yakni smartphone.
"Tanpa kita sadari, teknologi yang kita nikmati di ponsel ini tidak akan pernah ada tanpa pemahaman tentang dunia kuantum," jelas Prof. Husein saat sesi pemaparan
Selain itu, ia juga melanjutkan "hampir semua komponen di dalamnya, mulai dari prosesor semikonduktor, layar LED, hingga teknologi laser pada kamera adalah hasil dari 'Revolusi Kuantum Pertama'."
Sumber Utama dari Seluruh Proses Kehidupan
Hadirnya Revolusi Kuantum Pertama berakar pada penemuan sifat dasar elektron, partikel subatomik menjadi tulang punggung seluruh teknologi digital.
Uniknya, meski terkadang ilmu pengetahuan fisika dianggap sebagai sesuatu hal pasti dan dapat diukur “eksak”, elektron pada dasarnya memiliki sifat ganda (dualitas).
Mengenai hal tersebut, Prof. Husein menerangkan “Elektron dapat bersifat padat, namun di sisi lain ia juga bisa jadi seperti gelombang menyebar.”
Menurutnya, perkembangan manusia dengan segala kemunculan teknologi baru tak pernah terpikirkan sebelumnya, berasal dan bersumber dari kemampuan memahami dan merekayasa sifat tersebut.
Setelah manusia bisa melakukan rekayasa pada sifat ganda elektron, kini kita mengenal material yang jadi bahan utama dalam setiap perangkat elektronik, yakni “semikonduktor."
Meski telah mendapati kemajuan perkembangan drastis, sekarang umat manusia masuk ke era pemanfaatan fenomena superposisi. Sebuah era percepatan pemecahan masalah kompleks dengan teknologi komputasi kuantum.
Apa itu Superposisi dan Komputasi Kuantum?
Menurut penjelasan Prof. Husein, superposisi merupakan suatu fenomena ketika satu partikel berada di dua keadaan sekaligus. Hal ini menciptakan keterikatan kuantum (entanglement), membuat objek terhubung meski terpaut jarak yang sangat jauh.
Pemanfaatan sifat unik inilah yang akan membuka gerbang menuju teknologi masa depan revolusioner, seperti:
- Komputer kuantum dengan kecepatan proses jauh melampaui superkomputer tercanggih saat ini.
- Komunikasi kuantum yang mustahil untuk diretas atau disadap karena berhubungan langsung dengan hukum alam “sifat ganda elektron”.
- Sensor kuantum mampu mendeteksi hal-hal dengan presisi luar biasa, mulai dari gelombang gravitasi hingga sel kanker pada stadium paling awal
Hadirnya perkembangan tersebut tentu memberikan kemudahan dan kemaslahan bagi masyarakat. Kemampuan teknologi komputasi kuantum, memungkinkan peradaban manusia bertahan hidup lebih mudah di masa depan..
Masalah Baru, Apakah Indonesia Hanya Ingin jadi Penonton dan Konsumen?
Di tengah optimisme teknologi masa depan, muncul sebuah permasalahan yang ditemukan. Di mana posisi Indonesia dalam revolusi kuantum ini?
Menanggapi hal tersebut, Prof. Husein Alatas menegaskan bahwa masa depan ada di tangan bangsa Indonesia sendiri. Bagaimana generasi penerus memberikan reaksi terhadap kemunculan teknologi ini sangat berpengaruh bagi posisi negeri ini.
Menurutnya, perubahan peradaban dalam 10 tahun ke depan akan jauh lebih cepat dibandingkan 50 tahun terakhir, dan kali ini Indonesia tidak boleh tertinggal dari apapun.
“Pilihan ada di kita. Pertanyaan besarnya, apakah kita mampu? Saya sudah 30 tahun menjadi pendidik, dan saya sangat meyakini bahwa bangsa kita mampu,” tegas Prof. Husein dengan penuh semangat.
Selain itu, ia bahkan menggunakan metafora dari dunia kuantum, yaitu "efek terobosan" (quantum tunneling), untuk menyuntikkan optimisme terhadap generasi muda.
“Efek ini mengajarkan kita bahwa meskipun dengan energi yang terbatas, kita tetap bisa menembus penghalang yang sangat besar. Kuantum adalah sebuah keniscayaan, dan kita harus menjadi bagian darinya,” tambah Prof. Husein.