TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Sosial mencatat setidaknya ada 160 guru sekolah rakyat yang mengundurkan diri pada akhir Juli 2025. Penyebab pengunduran diri itu dilakukan karena para guru ditempatkan di sekolah yang jauh dari tempat tinggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa guru mengundurkan diri secara massal terjadi kurang dari satu bulan program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu digulirkan. Sekolah Rakyat pertama kali dimulai pada 14 Juli 2025. Insiden ini mendapat sorotan dari legislator hingga pegiat.
1. Menteri Sosial Saifullah Yusuf
Menteri Sosial Saifullah Yusuf merespons peristiwa pengunduran diri secara massal yang dilakukan oleh guru sekolah rakyat. Gus Ipul, sapaan akrabnya mengatakan penempatan tugas guru telah ditentukan oleh sistem berbasis digital.
Sistem ini, kata dia, telah memetakan lokasi guru-guru mengajar ketika proses perekrutan. "Karena sistem kadang-kadang ya memang penempatannya jauh dari tempat tinggalnya," kata dia, Selasa, 29 Juli 2025.
Dia juga menjelaskan bahwa guru yang direkrut untuk mengajar di sekolah rakyat berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Karena itu, menurut dia, semestinya para guru tersebut siap ditempatkan di mana saja.
Namun, Gus Ipul berujar ratusan guru yang sudah mengundurkan diri itu masih memiliki kesempatan untuk kembali bergabung dalam sekolah rakyat yang ada di wilayah mereka. "Nanti, pada akhirnya kalau sesuai rencana setiap kabupaten/kota memiliki satu sekolah rakyat. Maka akhirnya akan rata juga ini," ucapnya.
Gus Ipul meminta agar persoalan guru mengundurkan diri ini tidak dibesar-besarkan. Terlebih lagi, ujar dia, pemerintah telah menyiapkan guru cadangan untuk menggantikan tenaga pengajar yang keluar.
Dia mengklaim masih ada sekitar 50 ribu guru yang menunggu antrean penempatan mengajar. Gus Ipul mengatakan guru-guru itu kini dalam proses pendidikan profesi.
2. Komisi VIII DPR
Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Singgih Januratmoko menilai penempatan lokasi mengajar tanpa konsultasi dari guru ialah tindakan yang tidak profesional. Kebijakan penempatan ini, kata dia, tidak mempertimbangkan kepentingan guru dan siswa itu sendiri.
Dia mengatakan guru seharusnya memiliki hak untuk mengetahui dan memahami penempatan lokasi mengajar. Singgih mendorong agar pemerintah mengevaluasi kebijakan penempatan lokasi mengajar guru sekolah rakyat.
"Saya mendesak pemerintah segera menangani masalah ini dan mencari solusi untuk mencegah kejadian serupa," katanya pada Selasa, 29 Juli 2025.
3. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan ada pengabaian dari pemerintah perihal kebijakan penempatan guru sekolah rakyat. "Pemerintah seolah menutup mata terhadap fakta bahwa penempatan guru yang jauh adalah gejala dari masalah yang lebih besar," katanya, Ahad, 27 Juli 2025.
Dia mengaku khawatir program sekolah rakyat ini hanya dijadikan proyek coba-coba oleh pemerintah. Hal ini berimbas pada siswa dari kalangan miskin yang seolah menjadi kelinci percobaan proyek pemerintah.
Padahal, kata Ubaid, seharusnya anak-anak dari golongan tak mampu itu mendapatkan pendidikan terbaik. "Mereka justru kian terpinggirkan oleh kebijakan yang seharusnya mengangkat mereka. Sistem yang sekarang tidak berkeadilan," ucapnya.
4. Nalar Institute
Pendiri sekaligus peneliti Nalar Institute Yanuar Nugroho menilai peristiwa mundurnya seratusan guru sekolah rakyat menjadi peringatan atas gagalnya desain kebijakan penempatan. Menurut dia, kebijakan penempatan lokasi mengajar yang ditentukan oleh sistem administratif Badan Kepegawaian Negara itu terlalu sentralistik.
"Kebijakan penempatan itu juga mengabaikan realitas sosial-geografis," kata dia saat dihubungi pada Ahad, 27 Juli 2025.