Liputan6.com, Jakarta Hansi Flick tampak kehilangan kesabarannya usai laga di Belgia. Dalam konferensi pers setelah hasil imbang 3-3 melawan Club Brugge, ia menghadapi pertanyaan berulang tentang gaya bermain Barcelona, terutama soal garis pertahanan yang sangat tinggi.
Musim lalu, pendekatan agresif tersebut Barca membawa kesuksesan besar. Mereka merebut treble domestik dan mencapai semifinal Liga Champions.
Namun, situasi musim ini berubah. Tim-tim lawan kini tampak semakin mampu membaca pola tersebut, memanfaatkan ruang besar yang terbuka ketika Barcelona kehilangan bola.
Pertandingan kontra Brugge mencerminkan masalah yang semakin nyata. Barcelona mampu menciptakan peluang dan mencetak gol, tetapi setiap kehilangan bola menghadirkan ancaman besar ke arah gawang sendiri. Tiga kali tertinggal, tiga kali pula mereka harus membalas.
Meski hasil ini belum menjadi bencana pada fase awal Liga Champions, tanda-tanda bahwa sistem pertahanan Barca sedang goyah terlihat semakin jelas. Saat menguasai bola, tim terlihat solid. Namun ketika kehilangan bola, masalah muncul berulang.
Garis Pertahanan Tinggi yang Mulai Berisiko
Bek Eric Garcia mengakui bahwa sistem ini meninggalkan terlalu banyak ruang bagi lawan. Ia menyebut bahwa dengan dua atau tiga umpan cepat saja, Brugge mampu mencapai kotak penalti Barcelona.
Kondisi itu terjadi karena ketidaksinkronan garis belakang dalam melakukan jebakan offside dan tekanan kolektif yang tidak kompak.
Contoh langsung terlihat pada gol pembuka Brugge. Alejandro Balde dan Garcia mencoba naik untuk menutup ruang, namun Ronald Araujo dan Jules Kounde tidak menyesuaikan posisi. Alhasil, Carlos Forbs lolos tanpa kawalan. Situasi seperti ini sudah terjadi berkali-kali musim ini.
Flick menegaskan bahwa ia tidak ingin tim bertahan rendah dan menang hanya dengan transisi cepat. Ia menekankan identitas Barcelona sebagai tim yang bermain aktif, intens, dan menekan.
Namun, sistem itu hanya berjalan baik ketika semua pemain bergerak dengan koordinasi sempurna. Jika satu saja terlambat, seluruh struktur runtuh.
Dengan kata lain, keberhasilan sistem ini sepenuhnya bergantung pada konsentrasi kolektif dan keseragaman posisi setiap saat.
Lamine Yamal Kembali Bersinar, tapi Tak Bisa Selamanya Menjadi Penyelamat
Di tengah kekacauan struktur, satu sosok tampil mencolok, yaitu Lamine Yamal. Setelah beberapa pertandingan tampil kelelahan akibat masalah ritme dan kondisi fisik, ia kembali dalam performa terbaiknya di Brugge. Usianya baru 18 tahun, namun beban permainan seolah bertumpu di bahunya.
Yamal tidak hanya menyerang, tetapi juga turun membantu bertahan. Ia melakukan delapan umpan silang namun tak satu pun berhasil diselesaikan rekan setimnya.
Gol keduanya adalah sorotan utama, Yamal bergerak melewati tiga pemain dengan teknik halus sebelum menuntaskan dengan sentuhan luar kaki.
Namun pada momen berikutnya setelah gol itu, Brugge hampir mencetak gol lagi. Potret jelas bahwa Barcelona terlalu bergantung pada momen individual, bukan struktur tim.
Pertanyaannya kini: apakah Barcelona bisa terus mengandalkan keajaiban Yamal untuk menutupi kelemahan mereka? Jawabannya kemungkinan tidak. Jika Yamal tidak bermain atau mengalami kelelahan, Barcelona berisiko kehilangan alur permainan.
Flick Perlu Menemukan Keseimbangan
Barcelona belum diperkuat sejumlah pemain yang memiliki peran besar dalam pengaturan ritme dan penguasaan bola: Pedri, Joan Garcia, Raphinha, Dani Olmo, dan Robert Lewandowski masih dalam proses pemulihan. Kembalinya mereka mungkin akan membantu mengembalikan struktur yang hilang.
Biar begitu, masalah utamanya lebih dari sekadar absensi pemain. Masalahnya lebih soal sinkronisasi dan disiplin kolektif dalam bertahan. Akan dibutuhkan waktu dan penyesuaian agar sistem intensitas tinggi ini kembali berjalan lancar seperti musim lalu.
Musim ini, tantangan untuk Barcelona akan lebih alot dan lebih panjang. Tim telah berjuang selama beberapa bulan, bukan hanya dalam satu periode tertentu.
Saat ini Barcelona memang masih punya Yamal, pemain muda yang mampu mengubah jalannya laga seorang diri. Namun untuk bersaing konsisten di Liga Champions dan liga domestik, tim memerlukan solusi struktural, bukan sekadar aksi individual.
.png)
2 weeks ago
9
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5260724/original/052346200_1750624957-raul_asencio_red_real_madrid_pachuca_cwc_ap_chris_carlson.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5421508/original/004128400_1763918395-Arsenal.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5424590/original/008595700_1764148026-IMG_6817.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393654/original/047231900_1761566632-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_6.57.20_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5394791/original/037000600_1761640597-kakseto.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4402814/original/059145300_1681978923-20230420-Pakaian-Impor-Bekas-Lebaran-Idul-Fitri-Iqbal-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393710/original/099592200_1761575550-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_22.20.05.jpeg)








