Jakarta (ANTARA) - Legenda musik Iwan Fals dalam lagunya "Guru Oemar Bakrie" menyentil salah satu isu yang sampai saat ini terus menjadi perhatian dari berbagai pihak, yaitu kesejahteraan guru dan jasanya kepada para siswa dan masyarakat Indonesia secara umum.
"Bikin otak orang seperti otak Habibie. Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie, seperti dikebiri," lirik yang dilantukan Iwan itu ingin memperlihatkan bahwa kerja keras para guru untuk membentuk masa depan bangsa dihargai dengan murah.
Kesejahteraan guru bukanlah isu baru. Menteri Pendidikan datang silih berganti, pimpinan saling berjanji memberikan kesejahteraan kepada guru. Hari Guru terus diperingati setiap 25 November. Namun masalah kesenjangan upah dan isu kompetensi terus menjadi bahan bahasan setiap waktu.
Pada tahun 2025, keterbukaan akses lewat beragam media sosial dan pemberitaan memperlihatkan masih ada guru yang digaji tidak layak bahkan lebih rendah dari upah minimum di suatu daerah. Kebanyakan dari mereka adalah guru honorer.
Situasi tersebut menunjukkan ironi di mana guru, yang bekerja untuk mengembangkan lahirnya tokoh brilian seperti mantan Presiden BJ Habibie, memiliki tingkat kesejahteraan di bawah profesi baru seperti influencer.
Ironis karena meski memiliki jangkauan yang luas dan pengaruh luar biasa, tidak semua influencer memiliki dampak yang baik terhadap masyarakat, terutama siswa dan siswi yang menjadi masa depan Indonesia.
Beragam skema kemudian dirancang pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut, menyasar guru aparatur sipil negara (ASN), guru di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal serta guru non-ASN.
Tri Angga Wahyu Natalia adalah salah satu guru yang mendapatkan bantuan tersebut. Guru yang mengajar di SDN Banyuagung 2 Surakarta, Jawa Tengah, itu mendapatkan tambahan penghasilan atau Tamsil sebesar Rp250 ribu per bulan.
Berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), guru yang kerap disapa sebagai Angga itu menyampaikan rasa terima kasih karena bantuan tersebut sangat berguna tidak hanya untuk kehidupan sehari-hari, tapi juga bahan mengajar.
Meski bahan cetakan dan media sudah menjadi tanggung jawa sekolah, beberapa hal disiapkan oleh para guru atas inisiatif sendiri. Termasuk media ajar lain untuk menambah minat belajar atau hadiah-hadiah kecil yang diberikan untuk memacu semangat murid.
Apalagi untuk murid-murid di kelas 1 yang diajar oleh Angga. Bahan ajar yang lebih beragam dapat membantu proses belajar ilmu seperti matematika di mana visual memberikan pemahaman terhadap sebuah konsep kepada anak-anak yang baru lulus dari TK itu.
Apalagi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) kini tengah mendorong Gerakan Numerasi Nasional untuk meningkatkan literasi numerasi anak-anak Indonesia.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
.png)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393654/original/047231900_1761566632-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_6.57.20_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5394791/original/037000600_1761640597-kakseto.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393710/original/099592200_1761575550-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_22.20.05.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4402814/original/059145300_1681978923-20230420-Pakaian-Impor-Bekas-Lebaran-Idul-Fitri-Iqbal-1.jpg)







