Penyelesaian sengketa tanah-tanah di Kesultanan Melayu Sumatera Timur terus menyeruak, seakan tak pernah sunyi dari konflik. Mulai dari konflik hukum yang berujung di pengadilan sampai pada konflik fisik yang berakhir dengan pertumpahan darah.
Sejak lahan Masyarakat Adat Kesultanan Sumatera Timur ini dikonsesikan kepada perkebunan besar asing—pada paruh akhir abad XIX menjelang masuknya abad XX—terbentanglah lahan-lahan perkebunan besar di Sumatera Timur.
Kawasan Sumatera Timur ketika itu didiami sebagaian besar etnik Melayu di bawah naungan Kesultanan Bilah, Panei, Kuwaloh, Kota Pinang, Asahan, Konfederasi Batu Bahara, Serdang, Deli (meliputi Kerajaan Negeri Padang dan Bedagei), dan Langkat.
Pada awalnya, negeri ini hidup dalam suasana aman, damai, dan makmur dengan pola kepemimpinan Sultan yang bersahaja. Mereka hidup dari mengelola lahan pertanian dan memanfaatkan hasil-hasil hutan.
Anggota East Indian Company’s Service di Penang, John Anderson, melakukan perjalanan “Politicoi-commercial” ke daerah pesisir Sumatera Timur tahun 1823, yang hasil laporannya diterbitkan dengan judul “Mission to the East Coast of Sumatra in 1823”. Diterbitkan tahun 1826, laporan tersebut menggambarkan tentang keadaan di wilayah kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur kala itu.
Di Langkat, ditemukan hasil-hasil pertanian dan hasil hutan, seperti lada dengan kuantitas 20.000 pikul pertahun yang diekspor ke Eropa dan Amerika. Ditemukan juga rotan, gambir, padi, kayu abar, kayu lakur yang diekspor ke China.
Di Sunggal (Deli) tercatat 20.000 orang penduduk yang hidup dari mengelola tanah pertanian. Di Bulu Cina (Deli), para petani menghasilkan lada dan gambir tak kurang dari 15.000 pikul pertahun yang di ekspor ke Malaka dan Pulau Pinang.
Wilayah-wilayah lain di Deli—seperti Hamparan Perak, Labuhan, Percut, Sungei Tuan, Mabar, Gelugur, Kampung Baru, sampai ke Deli Tua—menghasilkan lada, padi, tembakau, kelapa, pinang, kayu, dan gambir, yang diekspor ke Eropa, Amerika, Penang, Malaka dan China. Kesultanan Serdang terkenal dengan hasil ladanya yang juga mengekspor hasil-hasil buminya ke Penang dan Malaka.
Batu Bara—dengan jumlah penduduk Melayu lebih dari 10.000 jiwa—menghasilkan rotan dan hasil-hasil laut yang dieskpor ke Penang dan Malaka. Kesultanan Negeri Asahan menghasilkan kayu, padi, dan lada, juga diekspor ke Penang dan Malaka. Selain itu, Kerajaan Kuwaluh dan Bilah Rakyat menghasilkan rotan yang juga diekspor.
Dari laporan Anderson tersebut, kita dapat menangkap bahwa sebelum datangnya para pengusaha perkebunan besar, tanah-tanah di wilayah Kerajaan Sumatera Timur adalah tanah-tanah di bawah naungan sultan yang digunakan rakyatnya sebagai ruang hidup untuk pemukiman bercocok tanam dan mengambil hasil hutan.
Sultan memaknai bahwa tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang menjadi sumber kemakmuran rakyatnya. Sultan mendudukkan fungsinya sebagai khalifatul fil ardh (pemimpin masyarakat di muka bumi) yang diberi amanah untuk memakmurkan bumi dan lingkungan sekitarnya.
Semua itu di kemudian hari berubah secara drastis. Tanah sebagai ruang hidup itu kemudian berubah menjadi lahan bisnis para pengusaha yang bersandar pada ideologi kapitalis yang diteruskan setelah Indonesia merdeka. Tak terkecuali juga ketika lahan-lahan itu kemudian dinasionalisasi menjadi milik perusahaan negara.
Kedatangan Jacobus Nienhuys di Deli, Sumatera Timur, pada tahun 1863 menjadi titik awal perubahan besar pada masyarakat di bawah naungan kesultanan Sumatera Timur. Imbas dari keberhasilannya membangun perkebunan tembakau di Deli sekitar tahun 1865 dan 1891—yang kelak di kemudian hari tembakau yang dihasilkannya disebut sebagai tembakau Deli yang populer di pasar Eropa sebagai pembungkus cerutu terbaik—mengakibatkan nama wilayah Sumatera Timur mulai melambung tinggi seantero dunia. Akibatnya, para saudagar berdatangan; bukan hanya dari kawasan Eropa, melainkan juga dari benua Amerika.
.png)
3 weeks ago
13





















:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5072311/original/012642500_1735547668-f9afe661-0a1f-4faa-9aac-eb2d502c9934.jpg)
