KEPALA Pusat Penerangan Markas Besar TNI Brigadir Jenderal Freddy Ardianzah menyangkal tudingan tentara telah di luar batas dalam kasus CEO Malaka Project, Ferry Irwandi. Freddy mengatakan TNI berkewajiban menjaga ruang siber. Ancaman itu, kata dia, tidak mengenal batas luar atau dalam negeri.
“Ancaman siber itu borderless sebagaimana juga dunia digital yang tak ada batasnya itu. Bisa berasal dari luar maupun dalam negeri,” kata Freddy melalui keterangan tertulis pada Jumat, 12 September 2025. Ia mengatakan ancaman dari luar biasanya mudah dideteksi dan direspons, sedangkan ancaman dari dalam ada banyak tantangan dalam pencegahan dan penindakannya.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Freddy mengklaim fungsi siber TNI tidak di ranah penegakan hukum sipil, melainkan pertahanan. Temuan siber pada dugaan tindak pidana, secara prosedural akan dikonsultasikan kepada aparat penegak hukum (Polri) untuk diproses. “Jadi tudingan ‘melewati batas’ perlu diluruskan: Satuan Siber tidak menindak, hanya mendeteksi dan melaporkan,” katanya.
Pada Senin, 8 September 2025, Komandan Satuan Siber Markas Besar TNI Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring mendatangi markas Polda Metro Jaya untuk mendiskusikan dugaan tindak pidana pencemaran nama institusi TNI oleh Ferry Irwandi. Dugaan pidana Ferry ditemukan oleh Satuan Siber TNI setelah menyisir ruang siber.
Langkah TNI itu dikecam Koalisi Masyarakat Sipil. Menurut Koalisi Masyarakat Sipil kepolisian tidak seharusnya menindaklanjuti kasus Ferry. Sebab, Satuan Siber TNI seharusnya berfokus menghalau ancaman perang siber sebagai bagian dari upaya pertahanan siber.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Fian Yunus memastikan TNI tak bisa melaporkan Ferry atas tuduhan pencemaran nama. Ketentuan itu sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang menyatakan tindak pidana pencemaran nama hanya dapat dilaporkan oleh seseorang secara pribadi.
“Menurut putusan MK, institusi kan nggak bisa melaporkan, harus pribadi kalau pencemaran nama,” ujar Fian saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 9 September 2025.
TNI Kaji Dugaan Tindak Pidana Ferry
Dalam kasus Ferry Irwandi, TNI mengklaim ada indikasi tindak pidana lain yang sifatnya lebih serius, selain pencemaran nama baik. Kapuspen TNI Freddy Ardianzah mengatakan lembaganya menghormati putusan MK. “Karena itu, langkah selanjutnya adalah mengkaji ulang dan membahasnya di internal TNI, menyusun konstruksi hukum yang sesuai,” katanya.
Freddy menyebutkan dua contoh konten Ferry yang diduga melanggar hukum. Pertama, soal analisis Ferry terhadap video viral penangkapan personel TNI di Palembang. Freddy mengatakan Ferry menambahkan frasa “bukan cuma saya..” dalam analisisnya. Padahal video itu sudah dikonfirmasi hoaks oleh Puspen. Dan frasa tersebut tidak ada dalam rekaman asli.
Contoh kedua adalah pernyataan Ferry tentang “darurat militer”, yang diduga sengaja diatur di balik kerusuhan demo, “termasuk klaim darurat militer berhasil dicegah,” kata Freddy. Menurut Freddy, narasi itu bentuk provokasi dan fitnah. Sebab, tidak ada fakta yang mendukung rencana darurat militer. Menurut dia, ucapan itu dapat memicu ketakutan serta ketidakstabilan sosial.
Berdasarkan ketentuan, TNI menilai perbuatan Ferry diduga melanggar sejumlah pasal. Antara lain, pasal 207 KUHP soal penghinaan terhadap lembaga negara, pasal 28 ayat (2) UU ITE soal Penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian berbasis SARA, pasal 14 & 15 UU No. 1/1946 soal penyiaran berita bohong dan kabar tidak pasti yang menimbulkan keonaran.
TNI mengatakan sesuai hukum positif, Ferry juga diduga melanggar Pasal 310 KUHP soal Pencemaran nama baik, Pasal 160 & 161 KUHP soal Penghasutan, dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE soal Penyebaran kebencian berbasis SARA.
Ferry Irwandi merasa tidak menyinggung TNI. Mantan aparatur sipil negara Kementerian Keuangan itu mengaku bingung dengan dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. “Saya merasa nggak ada menyudutkan nama institusi dan lembaga,” katanya saat dihubungi oleh Tempo pada Kamis, 11 September 2025.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini