Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia tiba-tiba dihebohkan dengan fenomena 'rojali'. Rojali atau rombongan jarang beli merupakan fenomena warga yang datang ke pusat perbelanjaan namun tidak berbelanja.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengungkapkan fenomena 'rojali' makin marak. Meski kunjungan ke mal tetap meningkat, pola belanja masyarakat dinilai berubah signifikan.
"Kunjungan ke mal tumbuh, masyarakat datang ke mal, tapi yang terjadi perubahan pola belanja. Tren belanja utamanya yang kelas menengah ke bawah daya belinya belum pulih, mereka beli produk yang harga satuannya kecil, tetap datang (ke mal)," kata Alphonzus kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.
Nyatanya, hal ini pun juga marak terjadi di luar negeri. Bahkan, ada sejumlah istilah khusus yang menggambarkan masyarakat dalam fenomena ini.
Berikut daftarnya dirangkum CNBC Indonesia, Kamis (31/7/2025):
1. Window Shopper
Window shopper adalah istilah paling umum dan paling tua untuk menggambarkan orang yang melihat-lihat produk tanpa niat membeli. Istilah ini merujuk pada kegiatan window shopping, yaitu memandangi barang-barang yang dipajang di etalase toko (shop window).
Window Shopper biasa juga disebut Rocita (rombongan cuci mata) di RI. Di Inggris, merujuk data Oxford English Dictionary, muncul pertama kali tahun 1880-an.
Seorang window shopper bisa datang sendiri atau dalam kelompok kecil. Motif mereka beragam, mulai dari mencari hiburan gratis, mencari inspirasi, hingga sekadar menghabiskan waktu.
2. Tire-Kicker: 'Rojali' di Dunia Penjualan Barang Mahal
Istilah tire-kicker sangat populer di negara-negara berbahasa Inggris, terutama di Amerika Serikat (AS). Istilah ini lahir dari industri otomotif, di mana calon pembeli yang tidak serius seringkali hanya menendang-nendang ban mobil (kicking the tires) untuk terlihat sibuk dan paham, padahal tidak memiliki niat atau kemampuan untuk membeli.
Seorang tire-kicker lebih dari sekadar window shopper. Mereka secara aktif terlibat dengan penjual, mengajukan banyak pertanyaan, meminta demonstrasi produk, dan menghabiskan waktu penjual yang berharga. Dari sudut pandang tenaga penjualan, mereka sangat frustrasi karena memberikan harapan palsu.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada penjualan mobil, tetapi juga di bidang real estat, barang elektronik mahal, dan layanan B2B (business-to-business).
"Seorang tire-kicker adalah calon pembeli yang menunjukkan minat pada suatu produk tetapi tidak punya niat untuk benar-benar membelinya. Istilah tire kicker adalah bahasa sehari-hari yang merujuk pada pelanggan yang menendang ban kendaraan untuk memeriksa kualitasnya sebelum potensi pembelian," tulis Investorpedia.
3. Freebie Seeker/Swag Hunter: Pemburu Gratisan
Ini adalah padanan paling langsung untuk aspek "mencari gratisan" dari fenomena rojali. Freebie seeker (pencari gratisan) atau swag hunter (pemburu suvenir) adalah orang-orang yang datang ke sebuah acara-seperti pameran, konferensi, atau konser-dengan tujuan utama mengumpulkan barang promosi gratis.
Di pameran dagang atau konferensi teknologi internasional, perusahaan sering membagikan swag (akronim dari Stuff We All Get) seperti kaus, pulpen, tote bag, atau stiker untuk menarik perhatian. Para swag hunter akan dengan sistematis mengunjungi setiap stan hanya untuk mengambil barang-barang ini tanpa mendengarkan presentasi produknya.
Mereka memang menciptakan keramaian. Tetapi keramaian yang tidak berkualitas bagi para peserta pameran yang mencari klien potensial.
"Kita semua pernah melihat mereka: orang-orang yang berjalan di lantai pameran dagang dengan satu tujuan tunggal: untuk mendapatkan barang gratis (atau swag) sebanyak yang mereka bisa. Mereka tidak tertarik dengan produk atau layanan Anda, tidak akan berhenti untuk berbicara, dan pergi secepat mereka muncul... Mereka juga dikenal sebagai 'trick-or-treaters' atau 'shopping-baggers'," ujar blog industri pameran, The Trade Show Guru.
4. "Daka": 'Rojali' di China
"Daka" adalah fenomena budaya modern di China yang memiliki kemiripan kuat dengan aspek sosial dari "rojali". Secara harfiah berarti "memukul kartu" (seperti absensi), istilah ini merujuk pada tindakan mengunjungi lokasi yang sedang tren untuk "check-in" atau membuktikan kehadiran di media sosial.
Untuk menggambarkan fenomena ini, orang-orang akan berbondong-bondong datang ke kafe yang estetis, toko yang baru buka, atau instalasi seni populer bukan karena produk atau layanannya. Namun bukannya berbelanja, mereka semata-mata untuk mengambil foto sempurna dan mengunggahnya.
Mereka menciptakan kerumunan besar dan antrean panjang, tetapi kontribusi mereka terhadap penjualan seringkali minimal. Fokusnya adalah pada validasi sosial dan membangun citra diri di dunia maya, sebuah motif yang juga sering mendorong kehadiran "rojali" di berbagai acara di Indonesia.
"Konsep 'daka' atau 'memukul kartu' ini telah menjadi ritual penting bagi banyak anak muda China. Ini adalah tindakan mengunjungi lokasi 网红 (wanghong, atau terkenal di internet) dan mendokumentasikan pengalaman tersebut di media sosial. Motivasinya seringkali bukan tentang kenikmatan sejati, melainkan tentang menampilkan gaya hidup tertentu untuk audiens online," tulis media yang mengulas budaya China modern, Radii China.
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Rojali' Cuma Lihat-Lihat dan Makan di Mal, Beli Barangnya di Online