Liputan6.com, Jakarta - Pramana mengikuti langkah Karina dengan penuh kekhawatiran. Ada yang berbeda dari cara Karina bersikap hari itu. Ia menyentuh lengan putrinya dengan lembut.
“Karina, kamu kenapa? Ada masalah?” tanyanya penuh perhatian.
Karina menggeleng cepat, suaranya pelan. “Gak ada apa-apa, Pa.”
Namun Pramana tidak mudah percaya. Ia menatap Karina dalam-dalam, lalu menggenggam tangan anaknya erat. Dengan suara tegas namun hangat, ia berkata, “Kamu ingat, kan, apa yang selalu Papa bilang? Gak ada seorang pun yang boleh menyakitimu. Kamu itu anak Papa... dan Papa gak akan biarin kamu terluka sendirian.”
Di tempat lain, Mirsa melangkah masuk ke Pengadilan Agama. Setiap langkahnya terasa berat, tapi ia tahu—keputusan ini sudah bulat. Ini bukan pilihan yang mudah, tapi harus ia ambil demi dirinya sendiri.
Namun tak disangka, Radit muncul. Ia menyusul masuk ke dalam gedung, dan tepat ketika Mirsa hendak menyerahkan dokumen ke petugas, Radit langsung merebut berkas itu dari tangannya.
“Kamu gak bisa terus lari kayak gini!” ucap Radit dengan nada tinggi.
Pertengkaran pun pecah. Dengan emosi memuncak, Radit menarik Mirsa keluar dari gedung pengadilan. Mirsa berontak, melepaskan tangannya dengan kasar.
“Kenapa sih kamu masih aja halangin aku, Radit?! Apa kamu masih cinta aku?!”
Reza dan Mirsa Tiba di Tempat Sepi
Radit terdiam sejenak, menatap Mirsa dalam-dalam. “Iya, Mirsa. Aku masih cinta kamu. Selamanya aku cinta kamu. Dan aku gak akan nyerah… aku gak akan menceraikan kamu, apapun alasannya.”
Beberapa waktu kemudian, Mirsa dan Reza tiba di sebuah tempat yang indah dan sepi. Alam di sekeliling mereka seperti memeluk dalam keheningan. Langit terbuka luas, angin bertiup tenang. Mirsa menatap sekeliling, matanya takjub.
“Tempat apa ini?” tanyanya pelan.
Reza tersenyum setelahnya. “Ini cara saya… buat ngelepas semua emosi yang selama ini saya tahan. Marah, sedih, kecewa, capek… semua diteriakin aja. Kadang, itu yang paling manjur.”
Sebelum Reza sempat menyuruh, Mirsa melangkah maju. Dadanya sesak, matanya berkaca. Dan tanpa ragu, ia ikut berteriak, mengeluarkan segala yang selama ini tertahan di hati dan pikirannya.