Mengenai kasus ini, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan bahwa kecacingan merupakan penyakit akibat infeksi parasit.
"Di antaranya cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang seperti Necator americanus serta Ancylostoma duodenale. Selain itu, ada juga Strongyloides stercoralis dan jenis lainnya," kata Prof. Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat.
Dia, menambahkan, penularan biasanya terjadi melalui telur cacing yang terdapat pada tinja, lalu mencemari tanah di daerah dengan sanitasi buruk.
"Telur cacing ini bisa masuk ke tubuh anak-anak yang bermain di tanah terkontaminasi, kemudian memasukkan tangan ke mulut tanpa mencuci tangan. Penularan juga bisa lewat air yang tercemar," ujarnya.
Menurut Prof. Tjandra, anak yang terinfeksi cacing umumnya memiliki masalah gizi dan kondisi fisik yang lemah. "Itulah sebabnya kecacingan sering menyerang kelompok rentan," katanya.
Lebih lanjut, Prof. Tjandra menyebut WHO telah menetapkan empat pendekatan utama dalam penanganan kecacingan:
- Konsumsi obat cacing secara berkala.
- Penyuluhan kesehatan untuk masyarakat.
- Perbaikan sanitasi lingkungan.
- Pemberian obat yang aman dan efektif bila penyakit sudah terjadi.