Liputan6.com, Jakarta - Aktivis perempuan Prof. Dr. Saparinah Sadli membagikan kunci hidup sehat menjelang usia satu abad.
Di usia 99, pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak perempuan itu masih mandiri dan produktif.
Bagi banyak orang, usia hampir satu abad adalah fase penuh batas. Tapi bagi perempuan yang akrab disapa Bu Sap, batas itu nyaris tak terasa. Ia menjalani hari-harinya dengan rutinitas sederhana yakni bangun pagi, menyeruput kopi hitam tanpa gula, membaca buku, dan berbincang dengan asisten rumah tangga.
“Saya hidup seadanya saja. Apa yang disediakan, ya dimakan. Tidak ada pantangan. Saya tidak maksa diri,” katanya, seperti mengutip keterangan pers, Minggu (9/11/2025).
Kesederhanaan itu bukan sekadar pilihan, melainkan cermin pandangan hidupnya, bahwa kebahagiaan bukan berasal dari keistimewaan, tetapi dari penerimaan. Ia merasa beruntung masih bisa mandiri, tinggal di rumah sendiri, dan dikelilingi orang-orang yang memperlakukannya seperti keluarga.
Kehidupan sehari-hari yang bersahaja ini menjadi gambaran ideal bagi apa yang disebut banyak peneliti sebagai successful aging — penuaan yang penuh makna, diisi dengan rasa syukur dan relasi yang tulus.
Saparinah pernah ditanya apa rahasianya bisa bertahan hingga usia 99 tahun dengan semangat seperti anak muda.
“Tidak ada rahasia. Saya hanya tidak pernah memaksa diri,” katanya.
Bu Sap adalah saksi hidup perjalanan panjang ilmu psikologi dan gerakan perempuan Indonesia. Baru-baru ini, namanya diabadikan oleh civitas akademika Fakults Psikologi Universitas Indonesia (UI) dalam ruang yang baru direnovasi: “Lobby Saparinah Sadli.”
Ini dinilai sebagai penghormatan yang bukan hanya pada nama, tetapi pada nilai, kerja, dan keteladanan hidupnya.
“Saya bersyukur, sudah tua tapi senang masih diingat, masih dianggap,” katanya.
Lansia Patut Mendapat Cinta dan Perhatian
Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kementerian Sosial (Kemensos RI), Dr. Suratna, turut hadir dalam peresmian Lobby Saparinah Sadli di UI Depok, Jawa Barat.
Suratna bukan orang asing di kampus Yellow Jacket, karena dia juga alumni Fakultas Psikologi UI dan pernah menjadi mahasiswanya sang guru besar, Saparinah Sadli.
Ia menyampaikan rasa kagum atas vitalitas dan ketulusan Prof. Saparinah yang tetap hadir dan berinteraksi dengan penuh semangat. Kunjungannya hari itu bukan sekadar seremoni, melainkan awal dari sebuah sinergi yang menjanjikan.
“Setelah kegiatan ini, kami melihat banyak peluang kerja sama dengan Fakultas Psikologi,” ujarnya.
Suratna menambahkan, bahwa program-program Kemensos seperti asistensi rehabilitasi sosial dan makanan bergizi bagi lansia bisa diperkuat secara teoritis dan akademis.
“Lansia patut mendapat cinta dan perhatian. Kami ingin mengajak generasi muda agar mereka bisa menjadi teman dan pendamping lansia, seperti teladan Ibu Saparinah,” imbau Suratna.
Simbol Penting dalam Kerja Sosial Pemerintah
Menurut Suratna, figur Saparinah juga menjadi simbol penting dalam kerja sosial pemerintah, contoh diorama hidup nan nyata bahwa lansia bukan beban, melainkan sumber inspirasi dan pengetahuan.
“Beliau tetap mandiri, produktif, bahagia. Ini bukti bahwa usia bukan halangan untuk berdaya,” tutur Suratna.
Dengan diresmikannya ruangan ini, Fakultas Psikologi UI turut menegaskan jati dirinya sebagai kampus ilmu yang hidup dalam praksis sosial.
Wakil Dekan Fakultas Psikologi UI, Herta Napitupulu, menjelaskan bahwa peresmian Lobby Saparinah Sadli merupakan bagian dari pembaruan fasilitas kampus agar lebih ramah lansia dan inklusif.
“Kami ingin menciptakan ruang yang bisa diakses semua kalangan. Inklusi adalah kata kunci di Fakultas Psikologi,” ujar Herta.
Prof. Saparinah, lanjut Herta, adalah simbol dari inklusi itu sendiri, sosok lansia yang tetap aktif, bahagia, dan diterima di lingkungannya.
Ia menambahkan, Fakultas Psikologi UI kini membuka diri untuk menjalin kerja sama berkelanjutan dengan Kemensos. Bidang psikologi sosial dan klinis menjadi pintu masuk yang ideal untuk program pendampingan lansia.
“Mahasiswa psikologi bisa belajar langsung di lapangan bersama program Kemensos. Ini kerja sama yang saling memperkaya — akademisi mendapat pengalaman nyata, dan Kemensos mendapat dukungan ilmiah,” jelasnya.
Menua dengan Tenang
Suratna menilai, kesejahteraan lansia tidak hanya diukur dari fisik atau bantuan materi, tetapi juga dari ruang untuk tetap menjadi diri sendiri, diterima, dihargai, dan dicintai.
Program-program rehabilitasi sosial lansia yang kini dijalankan Kemensos banyak belajar dari filosofi para lansia. Termasuk program membangun dukungan berbasis komunitas, mengajak anak muda, dan menciptakan lingkungan yang ramah lansia.
“Lansia bahagia bukan hanya karena diberi makanan bergizi. Tapi karena merasa punya teman, punya tempat, dan masih dianggap berarti,” ujar Suratna.
Bagi Saparinah, aktivitas sosial tetap menjadi bagian dari hidup. Ia memang jarang keluar rumah, tetapi masih terhubung dengan komunitas lansia di kawasan Prapanca, Jakarta. Di sana, lansia berkumpul untuk senam, bernyanyi, atau sekadar berbincang santai.
“Ada senam, ada nyanyi, tergantung yang datang,” tuturnya.
Kegiatan sederhana itu menunjukkan bahwa penuaan aktif tidak selalu berarti sibuk. Kadang, cukup dengan hadir dan saling menyapa, kehidupan menjadi lebih bermakna.
Sepanjang hidupnya, Saparinah Sadli memegang satu keyakinan sederhana bahwa manusia harus terus berpikir dan berbuat baik, tidak peduli usia.
Ia tumbuh di masa perjuangan, mengajar di era transisi, dan kini menikmati masa senja dengan damai.
“Saya bersyukur, dulu saya banyak dibantu orang, sekarang saya hanya ingin hidup dengan tenang,” ujarnya.
.png)
1 month ago
14
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439522/original/007583400_1765360063-WhatsApp_Image_2025-12-10_at_15.22.33__1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439528/original/038485400_1765360256-water_treatment.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5415963/original/056059600_1763436782-DSC_6357.jpg)



















