Liputan6.com, Jakarta - Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati M.M., mengungkapkan bahwa upaya penurunan stunting harus dilakukan secara pentahelix. Artinya, diperlukan kolaborasi strategis oleh semua pihak agar program penanganan stunting bisa terlaksana secara nyata dan mencapai tujuannya.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa stunting dalam penanganannya ini diperlukan satu program kolaborasi dan pentahelix (dengan) melibatkan sinergi pemerintah, akademisi, komunitas, masyarakat, dunia usaha, bisnis dan termasuk media,” ujarnya dalam acara GENTING Collaboration Summit Tahun 2025 dengan tema “Sinergi Untuk Negeri, Wujudkan Indonesia Bebas Stunting” pada Rabu, 10 Desember 2025.
Dalam hal ini, ia juga menambahkan bahwa fokus penanganan stunting saat ini berfokus pada intervensi gizi, pola asuh, sanitasi, dan juga air bersih. Menurutnya, ini sesuai dengan inisiasi Kemendukbangga terkait program orang tua asuh dalam pencegahan dan penanganan stunting.
Lebih lanjut, Maria menyebutkan bahwa program Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting (GENTING) juga mendorong pendampingan dan edukasi. Hal ini juga diiringi dengan penguatan koordinasi, menyinergikan kebijakan, dan perluasan publikasi. Sehingga kasus stunting di Indonesia kini dapat mengalami penurunan hingga mencapai 19,8 persen di tahun 2025.
Peran Aktif dalam Mencegah Stunting
Mendukbangga Wihaji menyatakan pendapat yang sama. Menurutnya, untuk menangani stunting di Indonesia perlu kolaborasi setiap pihak. Dalam hal ini, setiap pihak harus mengambil peran yang sesuai, baik pada pemenuhan asupan gizi, peningkatan edukasi, maupun distribusi air bersih dan sanitasi.
“Membantu mereka baik asupan kisi, air bersih, sanitasi maupun perguruan tinggi yang memberikan edukasi. Beberapa edukasi keluarga risiko stunting yang kita kasih pengetahuan,” ujarnya.
Selain itu, Wihaji menyebutkan bahwa Kemendukbangga juga melibatkan para ulama, pendeta, pastor, dan tokoh-tokoh agama lain dalam upaya edukasi stunting. Ini disebabkan oleh realitas dimana edukasi cenderung lebih mudah diterima keluarga Indonesia apabila diberikan oleh tokoh-tokoh masyarakat.
“Rata-rata yang paling penting sebenarnya edukasi. Kenapa? Ada beberapa pemahaman yang kurang utuh. Maka di NTT saya kemarin mengajak para tokoh agama, pendeta, pastor, kiai. Saya kumpulin semua bersama Pak Gubernur. Untuk kita kerja bareng-bareng, kita kasih edukasi,” jelasnya.
Dengan demikian, edukasi keluarga risiko stunting atau KRS penting untuk terus dilakukan. Wihaji mengatakan bahwa sebagian besar keluarga di Indonesia masih mengalami stunting akibat minimnya wawasan, terlepas dari tingkat ekonominya.
.png)
8 hours ago
1
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439528/original/038485400_1765360256-water_treatment.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5415963/original/056059600_1763436782-DSC_6357.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5439128/original/057975800_1765350527-wihaji_stunting.jpeg)



















