SRI Mulyani Indrawati diberhentikan sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto. Sebagai gantinya, Prabowo melantik Purbaya Yudhi Sadewa di Istana Negara, Jakarta, Senin sore, 8 September 2025.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengklaim Sri Mulyani tidak mengundurkan diri maupun dicopot. Prasetyo mengatakan banyak pertimbangan Prabowo memberhentikan Sri Mulyani. “Atas evaluasi beliau memutuskan untuk melakukan perubahan formasi,” kata Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan DPP Partai Gerindra ini usai pelantikan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sebelum diganti, Sri Mulyani memang dikabarkan beberapa kali mengajukan pengunduran diri. Tepatnya, setelah rumah dia di Jalan Mandar, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, dijarah sekelompok massa pada Ahad, 31 Agustus 2025. “Para penjarah seperti berpesta,” kata Sri Mulyani lewat akun Instagram-nya pada Rabu, 3 September 2025.
Sri Mulyani menjadi sasaran kemarahan publik setelah beberapa kali melontarkan pernyataan yang dianggap kontroversial. Bendahara Negara itu sempat menyinggung persoalan gaji guru dan dosen hingga menyamakan pajak dengan zakat.
Gaji Guru dan Dosen
Sri Mulyani mengatakan persoalan gaji tenaga pendidik yang rendah menjadi tantangan bagi keuangan negara. Pernyataan itu disampaikan dalam acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia, yang disiarkan YouTube Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis, 7 Agustus 2025.
Mantan bendahara negara itu menuturkan masalah gaji guru dan dosen yang rendah menimbulkan pertanyaan. “Apakah semuanya harus dari keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?” ucap Sri Mulyani. Kendati begitu, dia tak menjelaskan partisipasi masyarakat yang dimaksud.
Pajak-Zakat
Berselang sepekan kemudian, pada Rabu, 13 Agustus 2025, Sri Mulyani mengatakan pembayaran pajak sama dengan menunaikan kewajiban mengeluarkan sebagian harta untuk zakat dan wakaf dalam ajaran Agama Islam. Menurut dia, terdapat hak orang yang tidak mampu di setiap harta yang dimiliki seseorang.
Sri Mulyani menyebut, membayar pajak atau mengeluarkan harta untuk zakat dan wakaf berarti menjalankan prinsip keadilan. “Dalam setiap rezeki dan harta yang kami dapatkan, ada hak orang lain. Caranya hak orang lain diberikan melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak,” ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah secara daring.
Eks Managing Director Bank Dunia ini menjelaskan bahwa hasil dari pungutan pajak juga disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti program bantuan sosial (bansos); usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); Program Keluarga Harapan (PKH); hingga layanan kesehatan. “Kalau bicara keadilan, yang lemah kita bantu. Itu kembali kepada yang membutuhkan,” kata Sri Mulyani.
Kenaikan Target Pendapatan Pajak
Rencana pemerintah menaikkan target pendapatan pajak di tengah ketidakpastian ekonomi menjadi sorotan. Penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 ditargetkan mencapai Rp 2.357,7 triliun. Target pendapatan pajak tersebut naik 13,5 persen dari outlook pajak tahun ini yang diprediksi Rp 2.076,9 triliun.
Sri Mulyani menyatakan perlu upaya keras untuk mewujudkan target tersebut. “Untuk penerimaan pajak Rp 2.357,7 triliun itu artinya harus tumbuh 13,5 persen. Itu cukup tinggi dan ambisius,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN 2026 dan nota keuangan di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.
Rencana pemerintah menaikkan target pendapaan pajak bisa berdampak pada masyarakat dan dunia usaha, terutama terkait dengan kenaikan tarif pajak. Adapun Sri Mulyani memastikan tak ada penambahan kebijakan pajak dan tarif baru untuk mengejar target tersebut. Aturan masih mengacu pada Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). “Jadi tidak ada tarif baru,” ujarnya.
Warganet pun bersuara karena menilai kenaikan pajak ini membebani rakyat. Sedangkan di sisi lain, anggota DPR mendapatkan tunjangan besar yang pada akhirnya memicu gelombang demonstrasi akhir Agustus lalu.