TEMPO.CO, Jakarta - Umat Hindu di Kabupaten Jembrana, Bali, menggelar upacara mulang pakelem pada Jumat, 25 Juli 2025, pasca Kapal Motor Penumpang atau KMP Tunu Pratama Jaya yang berlayar dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk tenggelam di Selat Bali.
Ketua panitia penyelenggara yang juga Lurah Gilimanuk, Ida Bagus Tony Wirahadikusuma, menyampaikan, pelaksanaan ritual ini menunjukan bahwa bagi masyarakat Bali, selat tersebut bukan hanya sekadar laut tetapi juga sumber kehidupan dan spiritual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, Tony menjelasakan, prosesi dengan puncak larung sesajen ke laut ini dilakukan bersama masyarakat, PT ASDP Indonesia Ferry dan Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Ketapang-Gilimanuk.
"Untuk biaya upacara pakelem yang besar hasil gotong royong ASDP, Gapasdap dan masyarakat. Dengan upacara ini kami harap keselamatan menyertai di Selat Bali," kata dia seperti dilansir Antara Jumat, 25 Juli 2025.
Upacara ini dipusatkan di dermaga Landing Craft Machine (LCM) Pelabuhan Gilimanuk dengan dipimpin tiga rohaniawan yaitu Ida Pedanda Istri Nabe Manuaba dari Griya Manistutu Melaya, Ida Pandita Nabe Mpu Reka Kusuma Ananda dari Griya Arum Gilimanuk, dan Ida Rsi Agung Ananda Yoga Pinatih dari Griya Samiana Gilimanuk.
Sesaji yang sudah disiapkan itu kemudian dilarung di Selat Bali, setelah prosesi di dermaga LCM selesai, dengan menggunakan KMP Agung Samudera IX.
Kapolres Jembrana Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Kadek Citra Dewi Suparwati yang hadir dalam upacara ini mengatakan pihak kepolisian bersama TNI AL dan Basarnas mengamankan jalannya upacara yang diikuti sekitar 600 umat Hindu tersebut.
Dalam kepercayaan umat Hindu, upcara mulang pakelem dilakukan untuk menyucikan dan mohon keselamatan di wilayah laut, dalam hal ini dilakukan di Selat Bali, pasca tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya yang menimbulkan korban jiwa.
"Upacara keagamaan ini sebagai bentuk ihktiar untuk keselamatan semua pihak. Selat Bali merupakan jalur penting yang menghubungkan Pulau Jawa dan Bali, namun memiliki resiko yang tinggi," katanya.
Gubernur Bali I Wayan Koster, dalam sambutan yang dibacakan Kepala Dinas Perhubungan Gde Wayan Samsi Gunarta mengajak untuk menghormati laut, sebagai sumber kehidupan sekaligus ruang spiritual.
Linier dengan pernyataan tersebut, Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna menekankan pentingnya menjaga keharmonisan alam, melalui pendekatan budaya dan nilai-nilai lokal seperti Tri Hita Karana.
Pada saat yang hampir bersamaan, nelayan di Gilimanuk juga menggelar ritual petik laut yang bertujuan sama dengan upacara pakelem.
Sebelumnya, KMP Tunu Pratama Jaya mengalami situasi darurat pada Rabu, 2 Juli 2025 dan akhirnya tenggelam pada pukul 23.35 WIB. Peristiwa ini terjadi di perairan Selat Bali, tepatnya di koordinat 8° 9'32.35" Lintang Selatan dan 114°25'6.38" Bujur Timur.
Menurut data manifes sementara, kapal tersebut membawa 53 penumpang, 12 awak kapal, serta 22 kendaraan dari berbagai jenis. Hingga pukul 10.00 waktu setempat, dilaporkan empat orang meninggal dunia, sementara 31 lainnya berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat. “Nama-nama dan data lengkap korban masih dalam proses pendataan,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Muhammad Masyhud, dalam keterangan resminya pada Kamis, 3 Juli 2025.
Setelah 20 hari melakukan operasi pencarian, Basarnas resmi menghentikan proses evakuasi pada Senin sore, 21 Juli 2025.