Jakarta (ANTARA) - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disetujui oleh DPR RI untuk disahkan, memperketat syarat penahanan dengan ketentuan-ketentuan yang lebih objektif, dibandingkan KUHAP lama.
Dalam KUHAP baru yang diakses melalui situs resmi DPR RI di Jakarta pada Kamis, pengaturan penahanan tertuang dalam Pasal 99-111 yang menjadi Bagian Keempat dalam UU tersebut.
Dalam KUHAP lama, atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP pada Pasal 21 ayat 1, penahanan didasari atas adanya perintah penahanan terhadap seorang tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup, dan adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak alat bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Komisi III DPR RI yang membahas hal itu, menilai kata "kekhawatiran" cenderung subjektif dan memiliki arti yang luas. Oleh karena itu, bab soal penahanan disusun sedemikian rupa agar persyaratannya dibuat seobjektif mungkin.
Dalam KUHAP baru, bab soal penahanan menghilangkan frasa-frasa subjektif seperti "alat bukti yang cukup", "diduga keras", dan "kekhawatiran".
Dalam Pasal 100 ayat 5 KUHAP baru, penahanan harus didasari oleh adanya dua alat bukti yang sah. Hal itu pun hanya bisa dilakukan jika tersangka atau terdakwa melakukan perbuatan tertentu, yang diatur dalam poin-poin turunannya.
Poin-poin tersebut, yakni; a. mengabaikan panggilan Penyidik sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; b. memberikan informasi tidak sesuai fakta pada saat pemeriksaan; c. menghambat proses pemeriksaan; d. berupaya melarikan diri; e. berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti; f. melakukan ulang tindak pidana; g. terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan Tersangka atau Terdakwa; dan/atau h. mempengaruhi saksi untuk tidak mengatakan kejadian sebenarnya.
Namun, KUHAP lama maupun KUHAP baru tetap menetapkan bahwa seorang tersangka atau terdakwa yang dapat ditahan, hanyalah orang yang melakukan tindak pidana, percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana, yang tindakannya diancam dengan pidana penjara lima tahun.
Selain itu, ada juga jenis-jenis tindak pidana tertentu lainnya yang membuat seorang tersangka maupun terdakwa bisa ditahan.
Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang? Terima kasih," kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (19/11).
Hal itu dilakukan setelah seluruh fraksi partai politik di DPR RI menyampaikan pandangannya dan persetujuannya terhadap RUU KUHAP yang telah rampung dibahas oleh Komisi III DPR RI.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
.png)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5301737/original/000530900_1753954594-WhatsApp_Image_2025-07-31_at_16.23.30_0e70084e.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393654/original/047231900_1761566632-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_6.57.20_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5394791/original/037000600_1761640597-kakseto.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393710/original/099592200_1761575550-WhatsApp_Image_2025-10-27_at_22.20.05.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4402814/original/059145300_1681978923-20230420-Pakaian-Impor-Bekas-Lebaran-Idul-Fitri-Iqbal-1.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393482/original/049060900_1761556475-hl2.jpg)




