TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 200 ribu rekening dicoret dari penerima bantuan sosial atau bansos dari Kementerian Sosial. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan mereka adalah orang-orang yang terbukti terlibat judi online berdasarkan penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Sosial menuturkan saat ini masih ada sekitar 300 ribu lebih rekening penerima bansos lain yang masih dalam proses pembuktian. "Membuktikan apakah mereka tidak akan mendapatkan (bansos) lagi pada triwulan ketiga karena memang benar-benar NIK tersebut menggunakan Bansos untuk kepentingan judi online," ujar dia saat ditemui di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta, Selasa, 29 Juli 2025.
Pria yang karib disapa Gus Ipul itu menyebut Kementerian Sosial juga akan melakukan pengecekan pada sejumlah rekening penerima bansos yang diduga tak pernah mencairkan bagiannya. Ia menuturkan PPATK melaporkan ada sekitar Rp 2,1 triliun dana bansos yang mengendap selama tiga tahun terakhir di 10 juta rekening.
Dalam beberapa waktu ke depan Kementerian Sosial juga akan bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk mendeteksi saldo anomali atau saldo yang melebihi Rp 1 juta di rekening penerima bantuan. "Jangan sampai ada anomali atau saldonya di luar kewajaran," kata Gus Ipul.
Nantinya, ketiga golongan tersebut yakni penerima bansos yang terlibat judi online, memiliki dana yang mengendap di rekening, dan memiliki saldo yang tidak wajar akan diganti dengan penerima baru yang lebih berhak. Gus Ipul mengatakan semua ini dilakukan guna memastikan penyaluran bantuan tepat sasaran. "Ini sesuai dengan judulnya adalah dalam rangka bansos tepat sasaran berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional)" tuturnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan pemerintah telah menyiapkan tiga opsi sanksi yang akan diberikan kepada penerima bansos yang terlibat judi online.
Saifullah menjelaskan tiga sanksi itu yakni teguran sekaligus pembinaan, pencabutan sementara status penerima, dan yang terparah orang tersebut akan dicoret selamanya dari daftar penerima bantuan pemerintah. "Macam-macam itu yang kita lakukan," kata Saifullah di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, pada Senin, 7 Juli 2025.