Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis kedokteran nuklir, Esther Devina Panjaitan, memperkenalkan perkembangan terbaru bidang kedokteran nuklir di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menkes KMK Nomor 008 Tahun 2009, kedokteran nuklir merupakan cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka untuk diagnosis dan pengobatan penyakit tertentu.
Esther menjelaskan bahwa radiasi terbuka dilakukan dengan memberikan zat radioaktif ke dalam tubuh pasien melalui obat oral. Radiasi tersebut kemudian ditangkap oleh alat seperti PET/CT scan atau SPECT/CT scan untuk menghasilkan gambaran kondisi organ di dalam tubuh.
"Alat PET/CT atau SPECT itu sendiri tidak beradiasi. Ia hanya menangkap radiasi yang sudah diberikan ke tubuh pasien. Radiasi tersebut masuk ke sel target seperti sel kanker," ujar Esther dalam konferensi pers kerja sama strategis GE HealthCare dan RS Mitra Keluarga Bekasi dalam implementasi teknologi kedokteran nuklir melalui PET/CT dan SPECT/CT di Bekasi Selatan pada Kamis, 6 November 2025.
Dia, menegaskan, pemeriksaan dengan radiasi terbuka aman, nyaman, dan efisien, sehingga pasien tidak perlu takut atau panik ketika dirujuk ke spesialis kedokteran nuklir.
Teknologi Hybrid di Dunia Kesehatan
Penggunaan obat oral dan teknologi merupakan bentuk dari perkembangan dunia kesehatan yang semakin hybrid. Esther menilai adanya pemeriksaan hybrid ini lebih efektif dan efisien. Hal ini karena hasil pemeriksaan lebih akurat dan dapat digunakan untuk diagnostik secara menyeluruh.
"Fungsinya adalah untuk mendeteksi penyakit pada stadium awal. Kemudian untuk mengevaluasi organ-organ," kata Esther.
"Jadi, tidak hanya pada onkologi saja. Kalau orang biasanya terpaku kedokteran nuklir hanya untuk cancer dan yang lain-lain, ternyata tidak. Diagnostik pada kedokteran nuklir ini menyeluruh, bisa dari ujung kepala sampai ujung kaki," tambahnya.
Lebih lanjut, Esther mengatakan bahwa salah satu keunggulan pemeriksaan kedokteran nuklir adalah diagnosis dini yang mudah. Pada pemeriksaan kanker menggunakan PET scan, pergerakan sel kanker juga akan terlihat.
Hal ini memudahkan dokter melihat penyebaran dan tingkat stadium yang dialami pasien saat itu. "Nah, begitu stadium ini diketahui kalau dia ada penyebaran maka dokter klinisnya atau dokter onkologinya akan memberikan pengobatan yang lebih progresif kepada pasiennya," katanya.
"Kemudian, untuk pasien-pasien yang sudah dilakukan terapi, kita bisa melihat evaluasi respons terapi," tambahnya.
Penyebaran Kedokteran Nuklir di Indonesia
Esther menceritakan pengalamannya di dunia kedokteran nuklir. Saat ini, kedokteran nuklir di Indonesia hanya menyediakan 74 dokter. Dia berharap, cabang ilmu kedokteran ini bisa tersebar merata, minimal dua dokter spesialis di tiap provinsi.
"Kita punya 34 provinsi, berarti minimal harus ada 68. Tapi kan tidak mungkin satu provinsi itu cuma satu instalasi," ujarnya.
Menurutnya, faktor tidak meratanya penyebaran dokter spesialis kedokteran nuklir di Indonesia adalah investasi yang besar. Instalasi yang dibutuhkan kedokteran nuklir tidak hanya sebatas pada alat pemeriksaan, tapi juga fasilitas gedung dan ruang yang harus memadai guna mengurangi dampak radiasi.
Dia juga mengatakan bahwa pemeriksaan PET scan ini dapat ditanggung oleh BPJS. Namun, regulasinya mengatakan pemeriksaan ini hanya dilakukan selama satu kali dalam satu tahun.
Meski begitu, dia bersyukur bahwa saat ini kedokteran nuklir mulai dikembangkan secara bertahap.
Hal ini mengingat teknologi yang juga berkembang cukup pesat dan penyakit dalam yang sangat penting untuk segera ditangani.
.png)
1 month ago
16
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439522/original/007583400_1765360063-WhatsApp_Image_2025-12-10_at_15.22.33__1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439528/original/038485400_1765360256-water_treatment.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5415963/original/056059600_1763436782-DSC_6357.jpg)



















