
Kajari Mandailing Natal, Muhammad Iqbal, dan Kasi Datun Kejari Mandailing Natal, Gomgoman Halomoan Simbolon, dipanggil oleh KPK pada Jumat (18/7) lalu. Keduanya dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Pemprov Sumatra Utara.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mempersilakan KPK untuk memanggil dua Jaksa tersebut. Selama ini, koordinasi antara Kejagung dengan KPK terjalin dengan baik.
"Tentunya nanti kita bisa koordinasi kembali terkait pemanggilan yang bersangkutan," kata dia di Kantor Kejagung pada Selasa (22/7).

Anang juga menegaskan, pihaknya tak segan bakal memberikan sanksi apabila ada Jaksa yang terbukti melanggar aturan. Kejagung tak akan memberikan perlindungan.
"Kalau memang ibaratnya (salah), kita tidak akan melindungi, kalau memang ada oknum dari kita ibaratnya melanggar ya proses," ucap dia.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan adanya pemanggilan terhadap Kajari dan Kasi Datun Kejari Mandailing Natal tersebut. Namun, pemeriksaan belum terlaksana. Menurut dia, KPK masih berkoordinasi dengan Kejaksaan mengenai pemeriksaan tersebut.
"Saat ini masih dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak kejaksaan, dan berlangsung baik," ujar Budi.

"Nanti jika dibutuhkan keterangan lebih lanjut akan dilakukan pemeriksaan, dilakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan karena kemarin belum jadi dilakukan pemeriksaan," imbuhnya.
Menurut dia, KPK sudah berkirim surat ke Kejagung mengenai permintaan pemeriksaan itu.
"KPK sudah berkirim surat ke Kejaksaan Agung terkait izin untuk melakukan pemeriksaan saksi," ucapnya.
Kasus Jalan di Sumut

Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6). OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
1. Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
2. Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
3. PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatra Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
1. Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
2. Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.