Jakarta (ANTARA) - Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia yang juga senior di Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Nadjib Riphat Kesoema menyatakan bahwa disinformasi menjadi ancaman serius bagi Indonesia dan juga kawasan Asia Tenggara.
"Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan pengguna internet tercepat, sangat rentan terhadap tantangan ini. Wilayah terdekat kita, Asia Tenggara, juga berada dalam titik rawan," katanya.
Hal itu disampaikan Nadjib melalui video pada acara yang mengusung tema "Cross-Border Insight Exchange: Navigating Risks of Disinformation and Misinformation" di Jakarta, Senin.
FPCI berkolaborasi dengan Development Policy Foundation (DPF) dan Kementerian Luar Negeri Republik Polandia mengelar RealityCheck Indonesia Public Forum yang dihadiri puluhan partisipan dari berbagai latarbelakang.
"Kita harus menyadari bahwa disinformasi bukan sekadar opini yang tidak disengaja. Disinformasi semakin sering digunakan dan dioperasikan secara sengaja oleh aktor-aktor tertentu untuk mengejar agenda politik yang seringkali manipulatif," katanya.
Di dunia yang semakin terhubung, katanya, kerentanan terhadap disinformasi tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
Ia menjelaskan bahwa menurut laporan Asosiasi Penyedia Layanan Internet, pengguna internet di Indonesia mencapai 222 juta atau sekitar 80 persen dari populasi Indonesia.
Sementara itu, Asia Tenggara memiliki lebih dari setengah miliar pengguna internet, dengan tingkat penetrasi internet sekitar 78,2 persen.
"Potensi yang muncul dari pertumbuhan populasi digital ini, baik di Indonesia maupun di wilayah kita, berpotensi memberikan peluang pertumbuhan sekaligus menimbulkan risiko yang cepat jika masyarakat kita tidak dibekali informasi digital yang memadai," katanya.
Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Polandia di Jakarta, Maciej Tumulec, yang juga hadir dalam acara tersebut menegaskan bahwa ketahanan informasi harus menjadi salah satu prioritas.
Menurutnya, saat ini masyarakat harus bergantung pada sumber-sumber yang dapat dipercaya sekaligus melakukan analisis secara mandiri.
"Mereka harus menanyakan pertanyaan yang benar daripada menerima begitu saja semua informasi sebagai kebenaran yang tidak bisa dipertanyakan," katanya.
Baca juga: Kemkomdigi siapkan mitigasi disinformasi buatan AI di pedoman Etika KA
Baca juga: Akademisi: Waspada hoaks pasca-kericuhan
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.