
DIREKTUR Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti persoalan kebijakan-kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menyusahkan masyarakat, salah satunya termasuk kebijakan terkait pemblokiran sementara rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kebijakan ini membuat murka masyarakat namun menyalahi hak-hak dari konsumen," kata Huda dikutip dari keterangan yang diterima, Jumat (1/8).
Tanpa Persetujuan
Pertama, dari sudut pandang konsumen, tentu langkah pemerintah ini merugikan karena pada dasarnya rekening tersebut milik konsumen. Pembekuan ataupun penutupan harus beradasarkan persetujuan dari pemilik rekening.
"Tanpa persetujuan konsumen, PPATK melakukan hal yang ilegal. Meskipun dalam UU P2SK ada aturan yang memperbolehkan OJK memblokir rekening yang terindikasi ada transaksi mencurigakan, tapi itu bukan ranah PPATK. Itu yang harus dipahami oleh PPATK terkait hak warga negara," jelasnya.
Pengawasan Lemah dan Efek Biaya
Kedua, sambung Huda, penyalahgunaan rekening ditimbulkan dari adanya sistem yang buruk dengan pengawasan yang lemah dan langkah mitigasi yang nyaris tidak ada. Huda meminta agar PPATK melakukan pengecekan terlebih dahulu serta memastikan rekening-rekening tersebut memang digunakan untuk hal yang negatif atau tidak.
"Ketiga, ada biaya, baik langsung maupun tidak langsung, yang ditimbulkan dari adanya pemblokiran rekening ini. Biaya langsung berupa biaya yang ditimbulkan dari pembukaan kembali rekening yang tidak bersalah. Ada biaya transportasi (termasuk parkir) dan waktu yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk mengambil kembali haknya," ujar Huda.
Kewenangan PPATK Dipertanyakan
Huda pun menyinggung Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa perintah pemblokiran rekening hanya dimiliki oleh penyidik, penuntut umum dan hakim. Selain itu, dalam UU P2SK, pemblokiran bisa diperintahkan juga oleh OJK.
"Pertanyaannya adalah apakah PPATK termasuk salah satunya? Yang bisa dilakukan adalah meminta perbankan untuk menunda transaksi, itu pun tetap dari perbankan kuasanya. Selain itu, yang ditunda adalah transaksi yang mencurigkan dengan syarat yang ketat, namun bukan pembekuan rekening. Jadi PPATK harus belajar menempatkan diri bukan lembaga yang punya kuasa sepenuhnya. Kesimpulannya adalah, pemblokiran rekening ini hanya merugikan masyarakat maka sudah sewajarnya harus dicabut," pungkas Huda. (E-4)