
Bank Indonesia (BI) membeberkan alasan kebijakan bank sentral menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,25 persen pada Juli 2025.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Firman Mochtar, mengatakan keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan tiga faktor utama, yakni inflasi yang semakin rendah, nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.
"Itu yang menjadi perhatian. Dari gambaran tersebut, tiga hal yang menjadi perhatian bahwa inflasi makin rendah. Kemudian yang kedua, nilai tukar kita perkirakan stabil dan cenderung menguat," ujar Firman dalam Taklimat Media di Jakarta, Kamis (24/7).
Firman menjelaskan, meskipun ekspor masih menunjukkan tren positif terutama ke Amerika Serikat (AS), namun pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya merata.
"Berbagai sektor, berbagai komponen dari PDB perlu kita dorong. Termasuk nanti saya akan sampaikan mengapa di second semester kita perkirakan ekonomi akan lebih tinggi lagi," ujarnya.
BI juga melihat adanya ketahanan eksternal yang cukup baik, ditandai neraca perdagangan yang masih surplus serta meningkatnya aliran modal masuk. Hal ini turut menopang stabilitas nilai tukar rupiah.
"Perkembangan terkini kurs rupiah kita catat bergerak stabil sekitar Rp 16.200-an. Dan ini kami perkirakan karena ketahanan eksternal neraca pembayaran yang tadi kita perkirakan baik, maka kita perkirakan ke depan kurs itu akan stabil dengan kecenderungan menguat," jelas Firman.

Dari sisi inflasi, BI mencatat tekanan harga terus mereda. Hingga bulan ini, inflasi indeks harga konsumen (IHK) berada di level 1,87 persen, sementara inflasi inti tercatat 2,37 persen.
"Ke depan, kan kita selalu bicara kebijakan moneter itu ke depan ya, forward looking-nya seperti apa? Kita perkirakan tekanan inflasi makin rendah. Jadi kata kuncinya makin rendah," tuturnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, BI pun menilai ada ruang untuk kembali menurunkan suku bunga demi memperkuat pemulihan ekonomi, tanpa mengganggu stabilitas moneter.
Selain menurunkan suku bunga, BI juga memperkuat transmisi kebijakan moneter melalui strategi intervensi di pasar valas, baik di domestic NDF (non-deliverable forward) maupun offshore NDF, serta melalui operasi moneter dan pengelolaan likuiditas.
"Tujuannya adalah agar, kita kan sudah turunkan suku bunga ya. Sekarang sudah turun berapa tahun ini? 75 basis poin. Ditambah dengan tahun lalu 25, sebenarnya sudah 100. Kita pengin dorong terus itu, suku bunganya, agar memang transmisinya ke pasar-pasar lain itu berjalan dengan baik," jelas Firman.
Strategi lainnya mencakup penurunan kepemilikan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk menambah likuiditas perbankan, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang telah mencapai Rp 104 triliun di tahun ini.