MENTERI Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah meminta maaf karena pelaksanaan program makan makan bergizi gratis (MBG) masih memunculkan masalah di berbagai daerah. Masalah itu salah satunya kasus keracunan MBG.
Prasetyo mengatakan kasus itu bukan karena faktor kesengajaan. "Kasus (MBG) bukan sesuatu yang diharapkan dan bukan kesengajaan. Namun, kami menjadikan itu bahan evaluasi dan catatan," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 19 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Politikus Gerindra ini mengatakan pemerintah sudah berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan kasus di berbagai daerah. Mereka diminta untuk memastikan korban terdampak mendapatkan penanganan dengan baik.
Selain itu, pemerintah pusat meminta BGN untuk melakukan evaluasi dan mitigasi supaya kasus itu tidak berulang. Meski begitu, Prasetyo mengatakan pemerintah akan memberikan sanksi kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bila ditemukan unsur kesengajaan atau melanggar Standar Operasional Prosedur. Namun, pemerintah tidak ingin sanksi yang diberikan menganggu operasional MBG.
"Jangan sampai mengganggu dari sisi operasional, penerima manfaat dan tidak mendapatkan MBG," kata dia.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia mencatat hingga pertengahan September 2025, sedikitnya 5.360 anak dilaporkan mengalami keracunan sejak program MBG diluncurkan. JPPI pun mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Badan Gizi Nasional segera menghentikan sementara program MBG. Desakan ini muncul setelah kasus keracunan massal yang diduga berasal dari makanan MBG terus meningkat dalam sepekan terakhir.
“Ribuan anak menjadi korban keracunan, sementara pemerintah tetap memaksakan program ini berjalan tanpa evaluasi menyeluruh dan terkesan tidak serius,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangan tertulis pada Jumat, 19 September 2025.
JPPI menilai klaim pemerintah dengan jargon “zero incident” tidak sesuai kenyataan di lapangan. Ubaid menyebut program yang semula dirancang untuk meningkatkan gizi siswa justru berubah menjadi ancaman serius. “Kami tidak tega melihat anak-anak harus dilarikan ke rumah sakit, berjuang dengan selang infus di tangan mungil mereka, bahkan ada yang nyawanya hampir melayang,” kata dia.
Lebih jauh, JPPI menyebut tragedi MBG sebagai darurat kemanusiaan nasional. Ubaid menegaskan Presiden Prabowo harus bertanggung jawab dan tidak menjadikan siswa sebagai “kelinci percobaan” dari kebijakan yang belum matang. “Kalau Presiden serius dengan janji melindungi generasi emas, hentikan MBG sekarang juga dan lakukan evaluasi total,” kata dia.