AI Bisa Visualkan Sejarah, Tapi Harus Sesuai Fakta dan Izin Pihak Terkait

1 week ago 11
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan (AI) memang tidak bisa dielakkan kecanggihannya. Sering kali video yang berasal dari teknologi ini berlalu-lalang di media sosial. Terkadang pula video yang dihasilkan adalah video sejarah mengisahkan legenda, perpecahan kerajaan, bahkan fakta yang belum diketahui banyak orang.

Dalam sesi “AI for Better Cultural and Traditional Awareness” pada AiDEA Weeks 2025, dibahas bagaimana AI menjadi peramban untuk memvisualkan dan menjelaskan sebuah cerita sejarah. Mulai dari awal konflik hingga penggambaran dan produksi di baliknya.

Salah satu pembicara dari Founder Lotus dari Curaweda Tech, Azhar Muhammad Fuad, menyoroti manfaat AI yang potensial atau disebut “Blue Ocean” untuk digunakan di sektor sejarah budaya.

“AI tiba-tiba banyak, momen yang pas untuk seluruh kalangan bisa mengakses dan mengetahui seberapa capable AI,” tutur Azhar,  Jumat (14/11/2025) di Jakarta.

Dalam produksi sebuah karya melalui kecerdasan buatan, Azhar kerap menemukan beberapa hal yang tidak dipertanggung jawabkan. Berdasarkan kasus tersebut, ia dan founder Curaweda membicarakan konsep etika AI yang bukan hanya grafik gambar tetapi fakta yang sudah terjadi sebelumnya.

“Melihat opportunity tadi, kami di Curaweda ngobrol soal konsep etika AI, di mana bukan hanya ngomong 'oh ini ada dasarnya',” ia menjelaskan.

Cerita lain datang dari Founder dan Akademisi AI Nusantara, Gustav Anandhita, saat ia harus mempertanggung jawabkan konten yang dibuatnya. Kala itu AI belum kompleks seperti saat ini. Namun konten buatannya disorot media nasional seolah visual yang dihasilkan sesuai dan mirip dengan dulunya.

“Waktu itu AI masih berkembang, jadi hasilnya random. Tapi dibuat oleh media nasional, seolah-olah memang itu adalah sesuatu yang real, dari situ jadi tanggung jawab moral saya,” ungkap Gustav.

Gustav kemudian memutuskan untuk mengajukan proposal penelitian teknologi AI untuk memvisualkan sejarah. Mulai dari sejarawan, budayawan, hingga spiritualitas mengomentari karya yang ingin dirancangnya.

“Kami ajukan proposal, biar kita balik ke (cerita) sebenarnya. Ketika divisualkan, itu seperti apa, preferensinya menuju ke mana,” ujarnya.

Produksi Visual Sejarah Tidak Lepas dari Data

Untuk membuat konten visual, terutama sejarah, Azhar menyoroti tantangan utama berasal dari resistensi internal sejarah. Menurutnya, setiap orang memiliki versi sejarahnya masing-masing sehingga menuntutnya untuk literasi dan verifikasi dari pihak terkait.

“Poinnya itu memang bukan di teknologi, tapi di akurasi sejarahnya,” tegas Azhar.

Proses produksi bukan sekadar teknis membuat prompt dan membiarkan AI bekerja sendiri, tetapi Azhar melibatkan kesepakatan dengan pihak terkait sejarah yang diangkatnya.

“Sejarahnya itu harus dikawal, harus ditunjuk oleh pihak tersebut, nantinya kita sepakatkan bentuk cerita seperti apa, terus scene-nya gimana, itu kesepakatan di sana yang dibangun dalam bentuk konsep heroik,” tuturnya.

Sementara Gustav menyebut resistensi harus digali hingga mendapatkan informasi valid. Mulai dari barang yang digunakan, warna tiap objek hingga motif kain. Hal ini harus dilatih AI untuk memastikan data sesuai atas izin pemilik.

“Kalau kita melatih AI pastikan datanya atas izin pemilik atau orang yang kepentingan. Kita bekerja sama dengan budayawan untuk memastikan pola yang dihasilkan AI memiliki value, masih memiliki karakteristik,” ungkapnya.

Proses Pra Produksi Makan Waktu

Azhar mengakui penggunaan AI dalam produksi visual sejarah memang kerap menimbulkan sensitivitas, terutama kekhawatiran teknologi dapat menggeser pekerjaan tertentu.

Meski demikian, ia menegaskan Curaweda tidak menggantikan proses produksi, melainkan mengubah cara kerja agar lebih efisien. Proses produksi konten AI membutuhkan waktu 20 hari, sedangkan waktu pra-produksi memakan waktu 3 bulan.

“Praproduksi itu kita datang langsung, terus diskusi sama sejarawan, dikepung sama arkeolog, dikepung sama budayawan. Kalau buat micro movie 10 menit, kita buat dalam waktu 20 hari, tapi pra-produksinya 3 bulan,” Azhar memaparkan.

Salah satu contoh diceritakan Azhar adalah proyek rekonstruksi Gua Harimau di Sumatera Selatan, di mana seluruh visual dibuat berdasarkan temuan ilmiah.

Azhar juga mengungkapkan karya Curaweda tidak pernah dirilis di media sosial atau YouTube. Semua hasil karya Curaweda ditayangkan eksklusif di museum atau situs sejarah agar pemaknaan konteks cerita tetap terjaga.

“Kita tidak pernah muncul, baik di media sosial, apalagi di YouTube. Jadi yang di luar sana (media sosial) itu bukan Curaweda, yang kami buat pasti ada di tempat-tempat sejarah budaya,” tegasnya.

AI Mempertemukan Beberapa Profesi dan Saling Berkolaborasi

Gustav Anandhita menekankan salah satu kekuatan besar AI dalam ranah budaya adalah kemampuan mempertemukan disiplin ilmu dalam ruang kerja yang sama. Baginya, AI bukan sekadar alat visualisasi, tetapi perangkat kolaborasi.

“Menurut saya, AI itu justru membuka adanya kolaborasi berbagi dunia. Karena AI itu kayak semacam translator dari berbagai pengetahuan,” tutur Gustav.

Ia mencontohkan proyek rekonstruksi Arca Majapahit yang mempertemukan arsitek, ahli komputer, tim Balai Konservasi Peninggalan (BKP), sejarawan, akreolog, hingga budayawan.

“Contoh di proyek Arca Majapahit. Saya tidak menyangka arsitek, ilmu komputer, BKP, sejarawan, arkeolog, budayawan, ngomongin hal yang sama, yang dulu mungkin gak bisa kita bayangkan,” imbuhnya, menceritakan.

Gustav mengaku sempat terjebak dalam persepsi modern tentang proporsi tubuh manusia sebelumnya. Namun kini ia berpegang dengan sumber resmi dan penelitian yang menunjukkan proporsi nenek moyang besar dan kekar.

Hasil visual fisik dari AI bukan untuk membuat tampak berwibawa atau cantik. Namun hasil tersebut mengikuti data dan ilustrasi resmi yang dipublikasi kementerian.

Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Read Entire Article