Katering jadi salah satu layanan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi para tamu dalam berbagai acara. Namun, bagi konsumen Muslim, aspek kehalalan menjadi salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan saat memilih layanan katering, selain rasa dan harga.
Untuk memastikan kehalalan pada layanan katering, ada sejumlah titik kritis yang harus diperhatikan, mulai dari asal bahan makanan, metode pengolahan, hingga kebersihan peralatan dan tempat memasak.
Berbeda dengan restoran tetap, layanan katering umumnya berpindah-pindah lokasi sesuai kebutuhan acara. Hal ini membuat pengawasan terhadap kehalalannya menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk memahami beberapa hal penting sebelum memilih layanan katering agar makanan yang disajikan sesuai dengan prinsip halal.
Mengutip website resmi LPPOM MUI, Halal Auditor Management LPPOM Tubagus Mukhamad Ishak menyebutkan ada lima titik kritis layanan katering yang perlu menjadi perhatian konsumen.
1. Cermati Kehalalan Daging Hewani
Menu berbasis daging seperti ayam, sapi, atau bebek kerap menjadi bagian utama dalam layanan katering. Meskipun jenis hewan tersebut tergolong halal, kehalalan dagingnya tetap harus dipastikan, khususnya dari segi proses penyembelihan yang harus sesuai dengan syariat Islam.
Corporate Secretary Manager LPPOM MUI, Raafqi Ranasasmita, menjelaskan bahwa proses penyembelihan sesuai syariat menjadi penentu status kehalalan daging tersebut. “Proses penyembelihan yang halal akan menghasilkan produk sembelihan beserta turunannya yang juga halal,” ujarnya.
2. Pastikan Proses Penggilingan Daging Secara Halal
Selain daging utuh, layanan katering sering kali menggunakan bahan olahan dari daging giling, seperti bakso dan sejenisnya. Meski berasal dari hewan halal, kehalalan produk ini tetap perlu ditelusuri hingga ke proses penggilingannya.
Penggilingan daging menjadi titik krusial, terutama jika menggunakan jasa penggilingan umum yang melayani banyak pelanggan. Dalam kondisi seperti ini, sumber daging yang digunakan bisa beragam dan sulit dipastikan kehalalannya sehingga menambah risiko pada titik kritis halal.
Sugiarto, Auditor Senior dari LPPOM MUI, menjelaskan bahwa kebersihan alat dan area penggilingan juga sangat penting. Jika alat yang sama digunakan untuk menggiling daging halal dan non-halal seperti babi atau celeng, maka risiko kontaminasi najis berat sangat tinggi dan menimbulkan risiko ketidaksesuaian dengan standar halal.
3. Teliti Kehalalan Bahan Tambahan yang Digunakan
Bumbu masakan sering digunakan untuk memperkaya cita rasa makanan, tetapi penggunaannya juga perlu diperhatikan dari sisi kehalalan. Beberapa bumbu atau penyedap rasa bisa mengandung bahan yang tergolong khamar, seperti wine, sake, angciu, atau mirin yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
“Bahan-bahan ini sering digunakan untuk memperkaya rasa masakan, namun dari sisi kehalalan bermasalah karena tergolong khamar. Selain itu, bahan-bahan ini kadang beredar dengan nama yang tidak familiar di masyarakat, sehingga kita harus bisa mengidentifikasinya dengan baik agar tidak salah pilih,” jelas Tubagus.