Liputan6.com, Jakarta Tempe merupakan sumber protein nabati yang sudah menjadi bagian dari menu sehari-hari masyarakat Indonesia. Bahkan tempe sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak abad ke-18 seperti disampaikan Guru Besar IPB University Profesor Ali Khomsan.
“Tempe adalah makanan fermentasi yang bergizi, murah dan relevan untuk masyarakat Indonesia. Tradisi konsumsi tempe dan tahu harus dilestarikan sebagai bagian dari pola makan bangsa,” kata Ali.
Tempe merupakan hasil fermentasi dari produk kedelai yang kemudian saat sudah jadi bisa diolah menjadi berbagai macam seperti digoreng, dibacem, ditumis dan aneka olahannya lain. Selain rasanya yang lezat, tempe memiliki kandungan protein dengan harga relatif terjangkau.
“Kedelai yang diolah menjadi tahu dan tempe adalah sumber protein nabati yang digemari masyarakat. Ini keberuntungan bagi kita karena sumber nabati ini harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan protein hewani,” kata Ali dalam keterangan tertulis.
Meski tempe termasuk protein nabati, Ali mengingatkan bahwa kualitas protein hewani masih lebih baik. Di dalam protein nabati --seperti pada tahu dan tempe-- tidak memiliki asam amino.
“Tahu dan tempe bagus, tetapi kandungan asam aminonya tidak bisa disamakan dengan protein hewani seperti daging atau susu," kata Ali.
Konsumsi Protein untuk Turunkan Angka Stunting di Indonesia
Ali mengungkapkan bahwa kehadiran protein di menu makan anak-anak Indonesia amat penting untuk mendukung proses tumbuh kembang. Termasuk menurunkan angka stunting di Tanah Air.
Protein merupakan zat gizi utama yang berperan dalam pembentukan sel dan jaringan tubuh anak.
“Masalah stunting yang masih terjadi pada balita dan anak usia sekolah antara lain disebabkan oleh rendahnya konsumsi protein, terutama yang berasal dari pangan hewani seperti susu, daging, dan ikan,” kata Ali.
Rendahnya tingkat konsumsi pangan hewani di masyarakat menjadi salah satu faktor utama kekurangan asupan protein.
“Kalau kita melihat data, konsumsi susu, daging dan ikan diIndonesia masih rendah. Padahal kekurangan protein akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan anak,” tuturnya.
Mengingat harga protein hewani cukup tinggi dan belum terjangkau semua lapisan masyarakat, disarankan untuk mengombinasikan konsumsi protein hewani dan nabati agar kebutuhan gizi harian tetap terpenuhi
"Idealnya, keduanya dikonsumsi bergantian agar asupan protein tetap seimbang,” sarannya.
.png)
3 weeks ago
10
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5435684/original/006619900_1765089700-alun_jiw.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5433560/original/043980300_1764850347-IMG-20251204-WA0006.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5434639/original/049459800_1764937961-WhatsApp_Image_2025-12-05_at_18.51.14.jpeg)



















