TEMPO.CO, Jakarta - Dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan PDIP harus tetap menjaga sikap oposisi meski Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Menurut Feri, PDIP sadar betul bahwa kasus yang menjerat Hasto sebagai alat sandera politik untuk menarik mereka ke pemerintahan. Ia menekankan PDIP agar tidak mengubah sikap oposisi karena amnesti Hasto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau tidak, PDIP terkesan tunduk kepada alat kekuasaan dan tujuan orang melakukan upaya kriminalisasi politik akan bisa dianggap benar karena tujuannya akan tercapai,” kata Feri kepada Tempo, Jumat, 1 Agustus 2025.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas 2017-2023 ini mengatakan preseden ini berpotensi menimbulkan tradisi buruk dalam berpolitik dan bertatanegara. “Tinggal kriminalisasi kan lawan, hidupkan kasus yang lama, lalu kemudian dia akan berputar arah, mendukung pemerintah dan itu sangat buruk dalam alam demokrasi konstitusional kita,” kata Feri.
Menurut Feri, bergabungnya PDIP ke pemerintah setelah amnesti Hasto akan memberikan kesan bahwa pemberian amnesti ditangkap semata-mata untuk kepentingan politik dan agenda buruk merusak komposisi demokrasi, terutama membenamkan opisisi.
Pendapat serupa juga diungkapkan dosen komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio. Pria yang akrab disapa Hensa ini menilai pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto berisiko memancing citra negatif. Ia mengatakan pemberian abolisi dan amnesti kepada dua tokoh yang terjerat kasus korupsi bisa memicu persepsi bahwa Prabowo mengorbankan komitmen pemberantasan korupsi demi kepentingan politik.
“Meskipun abolisi dan amnesti adalah hak prerogatif presiden, kelompok anti-korupsi dan kritis bisa memandang ini sebagai langkah yang melemahkan keadilan,” ujar Hensa kepada Tempo, Jumat, 1 Agustus 2025.
Hensa mengatakan Prabowo perlu memastikan komunikasi publik yang jelas untuk menghindari persepsi negatif ini. Menurut Hensa, jika masyarakat melihat langkah ini sebagai upaya tulus untuk persatuan, Prabowo akan mendapat legitimasi lebih kuat. Sebaliknya, jika publik menganggap ini sebagai manuver politik semata, kepercayaan terhadap pemerintahannya bisa tergerus.
“Prabowo sedang main di level tinggi. Dia pakai simbol-simbol politik untuk bicara soal persatuan, tapi kalau publik curiga ini cuma akal-akalan, narasinya bisa jatuh,” kata Hensa.
Sementara itu, Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro mengungkap alasan Prabowo memberikan amnesti dan abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong. Ia mengatakan Prabowo memiliki prinsip semua harus bersama-sama dan bergotong royong apabila ingin maju, sehingga Prabowo akan mengambil kebijakan politik demi persatuan dan kesatuan.
“Jadi misalkan pemberian abolisi, amnesti, atau juga kebijakan lain yang bisa dimaknai dan bisa menjadi faktor mempererat, mempersatukan, seluruh elemen bangsa akan dilakukan oleh Bapak Presiden,” kata Juri di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
DPR sebelumnya telah menyetujui pemberian abolisi kepada terpidana kasus korupsi impor gula Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Permohonan abolisi kepada Tom Lembong diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto lewat surat Presiden Nomor R43/Pres 07.2025 tertanggal 30 Juli 2025. Adapun Hasto menerima amnesti bersama 1.115 terpidana lain.