Liputan6.com, Jakarta - Planned obsolescence atau "usang terencana" bukanlah hal baru bagi konsumen saat ini. Kita semua tahu fenomena ini ada, dan tidak bisa dimungkiri bahwa beberapa produk, terutama elektronik atau HP, memiliki tanggal kedaluwarsa.
Jika sebuah HP bertahan selama bertahun-tahun berkat konstruksi kuat, masih ada aspek lain yang membuatnya usang.
Setiap tahun, sejumlah vendor ponsel meluncurkan produk baru. Mereka mengklaim bahwa perangkat besutannya memiliki kamera lebih tajam, prosesor lebih cepat, dan warna lebih memukau.
Mengutip Gizchina, Rabu (20/8/2025), bahasa marketing yang sudah di-setting itu seketika membuat HP kesayangan kita yang berusia dua tahun tampak seperti peninggalan dari masa lalu.
Hal ini bisa dipastikan bukan sebuah kebetulan, melainkan tarian yang "dikoreografi" dengan hati-hati oleh planned obsolescence.
Seiring berjalannya waktu, beberapa HP memang berhenti berfungsi karena malfungsi komponen tertentu. Namun, sebagian besar masalah umum masih bisa diperbaiki.
Kamu mungkin jarang melihat ponsel yang benar-benar mati total karena prosesornya rusak. Sayangnya, beberapa komponen justru didorong untuk mengalami penurunan. Baterai HP yang dulunya bisa bertahan seharian, pada akhirnya akan "menjerit" minta diisi ulang menjelang siang.
Baterai Jadi Biang Kerok
Di sisi lain, pembaruan "penting" yang kamu unduh justru membuat aplikasi menjadi lebih lambat dan layar kurang responsif.
Ingin memperbaiki? Selamat mencoba. Para produsen sangat suka menggunakan lem hingga suku cadang orisinal yang mahal dan sulit ditemukan.
Mengganti baterai yang sederhana terasa serumit melakukan operasi bedah. Ya, biang kerok utama dari planned obsolescence saat ini adalah baterai.
Sel lithium-ion memang secara alami akan aus setelah beberapa tahun. Namun, seharusnya hal itu tidak berarti harus mengganti seluruh perangkat. Cukup dengan mengganti baterai baru, dan ponsel bisa kembali digunakan.
Di masa-masa awal era ponsel pintar, mengganti baterai jauh lebih mudah. Kamu hanya perlu melepas penutup belakang untuk mengganti baterai saat dibutuhkan.
Kini, semua vendor ponsel "menguburnya" di bawah lapisan kaca dan lem. Terkadang, biaya mencari baterai orisinal dan teknisi yang bisa memperbaikinya sebanding dengan harga ponsel baru.
Konsumen pun akhirnya mengangkat bahu dan membeli ponsel baru. Tepat seperti yang diinginkan para raksasa teknologi.
Perangkat Lunak yang "Berbalik Melawan"
Jika baterai tidak "menyerang" kamu, perangkat lunak yang akan melakukannya. Pembaruan yang dulunya membawa peningkatan kinerja HP, kini tak jarang malah membuat HP lemot.
Aplikasi butuh waktu lebih lama untuk memuat, antarmuka tersendat, dan pengalaman penggunaan yang tadinya mulus kini terasa tak responsif. Kasus paling terkenal adalah pengakuan Apple yang sengaja memperlambat iPhone lama "untuk melindungi kesehatan baterai".
Bagi banyak orang, alasan itu terdengar seperti paksaan untuk membeli model baru berikutnya.
Terkadang, pembaruan memang membuat perangkat lebih buruk. Namun, ada juga kasus di mana kurangnya pembaruan justru membuat perangkat menjadi kurang menarik.
Produsen Android memang sudah meningkatkan hal ini, tetapi dukungan berkelanjutanna sering kali terbatas pada seri flagship premium.
Saat perangkat kamu berhenti mendapatkan pembaruan, perangkat mulai terasa kurang menarik karena beberapa aplikasi dan layanan berhenti memberikan pembaruan.
Ini adalah bagian dari planned obsolescence, di mana HP menjadi tidak aman karena tidak lagi mendapatkan pembaruan patch keamanan.
Merusak Lingkungan
Siklus ini tidak hanya menguras dompet. Namun juga mengisi tempat pembuangan sampah. Jutaan ponsel yang dibuang setiap tahun berakhir sebagai limbah elektronik.
Di dalamnya terdapat logam mulia seperti kobalt dan lithium, yang ditambang dalam kondisi berat dan sulit didaur ulang sehingga bisa merusak lingkungan. Planned obsolescence bukan hanya masalah konsumen, melainkan bencana keberlanjutan.
Kabar baiknya, segelintir orang sudah mulai melawan. Gerakan 'Right to Repair' mendesak perusahaan untuk merilis alat, suku cadang, dan manual agar konsumen dapat menjaga perangkat mereka bisa hidup lebih lama.
Uni Eropa bahkan telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan baterai ponsel dapat diganti (lepas pasang) pada tahun 2027.
Memang, ada beberapa manfaat dari baterai yang tidak dapat dilepas, di mana perusahaan bisa memasang baterai yang lebih besar dan juga tidak memiliki batasan desain. Namun, hal ini membuat ponsel lebih sulit untuk diperbaiki.
Peran Konsumen
Tentu saja, perusahaan bukanlah satu-satunya yang patut disalahkan. Pemasaran berkembang karena konsumen mendambakan hal-hal baru dan mendukung planned obsolescence.
Chip yang sedikit lebih cepat, kamera yang lebih baik, dan warna baru sering kali cukup untuk menarik sejumlah. Ponsel diperlakukan bukan sebagai alat yang tahan lama, melainkan sebagai aksesori mode.
Memutus siklus ini berarti menolak godaan dari setiap peluncuran HP baru dan menuntut perangkat yang tahan lama.
Sayangnya, sindrom ganti perangkat adalah sesuatu yang ...