Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Sulawesi Selatan, Iqbal Nadjamuddin.(MI/Lina Herlina)
PEMBERHENTIAN Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dua guru di Luwu Utara, bukanlah kebijakan sepihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, melainkan konsekuensi hukum wajib atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).
Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Sulsel, Iqbal Nadjamuddin, guna meluruskan pemberitaan yang beredar. Ia menegaskan, pemecatan terhadap Rasnal dan Abdul Muis murni merupakan bentuk penegakan disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Perlu kami luruskan bahwa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah murni penegakan hukum dan disiplin ASN. Ini adalah akibat dari putusan hukum pidana yang telah inkrah," tegas Iqbal di Makassar, Rabu (12/11).
Info yang berkembang sebelumnya mengungkap latar belakang kasus ini. Kedua guru yang berstatus PNS di SMA Negeri 1 Luwu Utara itu divonis bersalah oleh MA karena memungut dana sebesar Rp20.000 dari orang tua murid. Dana tersebut digunakan untuk urunan membantu membayar gaji sepuluh guru honorer di sekolahnya.
Kadisdik memaparkan alur hukum yang berjalan secara prosedural. Untuk Rasnal, prosesnya berawal dari temuan Inspektorat Provinsi Sulsel pada Februari 2024. Dinas Pendidikan kemudian meminta pertimbangan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) pada Agustus 2024, dengan merujuk pada putusan inkrah MA tertanggal 23 Oktober 2023.
DASAR HUKUM PEMECATAN
Dasar hukum PTDH, menurut Iqbal, sangat jelas. Ia menyebut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan PP Nomor 11 Tahun 2017, yang menyatakan PNS harus diberhentikan tidak dengan hormat jika dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah tetap karena melakukan tindak pidana jabatan.
"Pemprov Sulsel hanya menjalankan putusan dan aturan normatif yang berlaku. Ketika seorang ASN tersangkut kasus pidana dan putusannya telah inkrah, maka UU ASN berlaku," tegasnya.
Sebagai bentuk kehati-hatian, pemberhentian ini juga telah memperoleh Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Berdasarkan seluruh proses ini, Gubernur Sulsel kemudian menerbitkan Surat Keputusan PTDH untuk Rasnal pada 21 Agustus 2025 (SK No: 800.1.6.2/3973/BKD) dan Abdul Muis pada 14 Oktober 2025 (SK No: 800.1.6.4/4771/BKD), yang menindaklanjuti putusan MA untuk kasusnya.
Merespons pernyataan Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, yang menyatakan ada yang tidak semestinya dan bahwa MA tidak memerintahkan pemecatan, penjelasan Kadisdik ini menjadi sanggahan resmi.
Hukum positif Indonesia tidak memerlukan perintah eksplisit dari MA untuk memecat seorang PNS yang telah memiliki vonis pidana korupsi yang inkrah. Aturan ASN sudah dengan sendirinya mengatur konsekuensinya. "Jadi, kami harap informasi ini dapat meluruskan pemberitaan. PTDH adalah murni akibat kasus Tipikor yang telah diputus inkrah oleh Mahkamah Agung," tutup Iqbal Nadjamuddin menegaskan. (E-2)
.png)
3 weeks ago
21




















