Jakarta (ANTARA) - Federasi Kamar Dagang dan Industri Jepang di ASEAN (FJCCIA) berkomitmen untuk bekerja sama memecahkan masalah kawasan ASEAN dan memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi pertumbuhan ASAEN yang berkelanjutan sebagai pusat ekonomi global.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden FJCCIA Koichi Wakabayashi dalam konferensi pers Dialog ke-17 antara Sekjen ASEAN dan FJCCIA: Penciptaan Bersama untuk Masa Depan yang Sejahtera di Tengah Ketidakpastian Global di Jakarta, Selasa.
Wakabayashi mengatakan bahwa kesuksesan yang dicapai ASEAN dan Jepang saat ini merupakan kolaborasi ASEAN dan Jepang dalam mengatasi kendara rute dan infrastruktur dalam 16 dialog sebelumnya.
Dia pun meyakini bahwa usulan mereka pada tahun ini terkait kerja sama antara ASEAN dan Jepang akan memperkuat daya tarik bisnis ASEAN secara keseluruhan.
Karena itulah, dia ingin menyampaikan usulan FJCCIA, yang terdiri dari empat pilar, kepada ASEAN yang menggabungkan suara bisnis aktual dari perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di ASEAN.
Presiden FJCCIA itu melanjutkan, bahwa pilar pertama adalah rantai pasokan yang tangguh, yaitu dengan meliberalisasi perdagangan dan investasi, mencegah perdagangan kekerabatan, dan meningkatkan logistik serta keputusan bea cukai.
“Saat perdagangan timbal balik membayangi, sangat penting untuk mendukung pemasok lokal dalam meningkatkan kemampuan teknis dan meningkatkan konten lokal. Konektivitas perdagangan harus dijaga melalui standar yang harmonis dan logistik yang efisien,” jelasnya.
Pilar kedua, lanjutnya, adalah ekonomi hijau dan berkelanjutan, seraya menegaskan bahwa transformasi hijau merupakan tren yang tidak terelakkan.
“Kami mendesak ASEAN untuk menetapkan standar, insentif, dan mekanisme penetapan harga karbon yang jelas guna mempercepat investasi hijau,” ujar Wakabayashi yang juga menjabat sebagai Ketua Kadin Jepang di Vietnam.
Dia mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang tengah memasuki sektor-sektor seperti infrastruktur energi dan daur ulang, tetapi kerangka regulasi seperti Perjanjian Proses Energi Langsung (Direct Power Process Agreement/DPPA) dan Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) masih perlu distabilkan.
Pilar ketiga adalah ekonomi digital, inovasi, dan teknologi yang sedang berkembang, kata Wakabayashi.
Pilar tersebut, lanjutnya, menekankan pelindungan kekayaan intelektual dalam e-commerce dan tata kelola data yang kuat, seiring dengan percepatan transformasi digital, sistem yang aman dan transparan sangat penting bagi inovasi dan kepercayaan.
Yang terakhir adalah ASEAN yang inklusif, di mana FJCCIA mengadvokasi pengembangan dan penempatan sumber daya manusia yang strategis yang mencakup peningkatan mobilitas lintas batas, dukungan pendidikan dan pelatihan, serta memastikan bahwa talenta dicocokkan dengan peluang dan lokasi yang tepat di perusahaan-perusahaan Jepang.
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Jepang mengadakan Dialog ke-17 antara Sekjen ASEAN dan FJCCIA: Penciptaan Bersama untuk Masa Depan yang Sejahtera di Tengah Ketidakpastian Global di Jakarta pada Selasa.
Dialog tersebut berfokus pada memperkuat kolaborasi ekonomi antara ASEAN dan Jepang.
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.