KELOMPOK mahasiswa dan diaspora Indonesia di Australia yang tergabung dalam Melbourne Bergerak menggelar aksi unjuk rasa pada Senin, 20 Oktober 2025, menandai setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Aksi yang digelar di Melbourne itu merupakan kritik terhadap arah politik dan tata kelola negara yang dinilai semakin menjauh dari prinsip demokrasi dan keadilan sosial.
Dalam pernyataan sikapnya, Melbourne Bergerak menyebut setahun pemerintahan Prabowo–Gibran tak menunjukkan perbaikan signifikan dalam sektor kesejahteraan sosial, penegakan hukum, maupun tata kelola ekonomi dan politik. “Pemerintahan ini tidak membawa perubahan berarti. Justru memperdalam krisis demokrasi, memperkuat oligarki, dan melanggengkan tirani kekuasaan,” kata Pipin Jamson, Dinamisator Melbourne Bergerak, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Mereka menyoroti delapan catatan utama yang dianggap sebagai potret kemunduran selama satu tahun terakhir. Salah satunya, praktik politik “bagi-bagi kursi” dalam kabinet yang disebut penuh konflik kepentingan dan penunjukan pejabat tanpa kompetensi memadai. “Kabinet semakin gemuk dan gemoy, tapi rapuh secara tata kelola,” tulis mereka.
Melbourne Bergerak adalah gerakan solidaritas mahasiswa dan diaspora Indonesia di Melbourne yang berfokus pada isu keadilan sosial, hak asasi manusia, dan demokrasi. Mereka rutin menggelar aksi dan diskusi publik untuk menyoroti situasi politik Indonesia dari luar negeri.
Melbourne Bergerak juga mengkritik kebijakan populis makan bergizi gratis (MBG) yang dijalankan tanpa dasar kajian yang kuat serta memangkas anggaran pendidikan dan kesehatan. Data Badan Gizi Nasional (BGN) per September 2025 mencatat 4.711 anak keracunan akibat implementasi program tersebut. Mereka menilai pelibatan tentara dan keterlibatan politikus dalam proyek MBG maupun proyek food estate menunjukkan penyalahgunaan kewenangan dan potensi korupsi.
Dalam catatan keempat, Melbourne Bergerak menilai rezim Prabowo–Gibran semakin menunjukkan wajah anti-kritik. Penahanan aktivis, pembatasan kebebasan berekspresi di ruang publik dan digital, serta tudingan makar terhadap pengkritik disebut sebagai bukti kemunduran demokrasi. “Pidato kenegaraan tanpa aksi nyata hanyalah omong kosong belaka,” kata Jesslyn, pelajar dan pegiat Melbourne Bergerak.
Selain itu, kelompok ini menyoroti kebijakan politik luar negeri Indonesia yang dinilai mencederai perjuangan rakyat Palestina. Mereka mengkritik pidato Prabowo di Majelis Umum PBB yang mendukung solusi dua negara dan pengakuan terhadap Israel, tanpa mengecam genosida yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.
Dalam tuntutannya, Melbourne Bergerak menyerukan tiga hal: menolak Soeharto dijadikan pahlawan nasional, membebaskan aktivis yang ditahan, dan menghentikan konsolidasi oligarki politik. “Menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah pengkhianatan terhadap korban Orde Baru dan sejarah kelam pelanggaran HAM,” ujar Pipin.
Mereka juga mengajak diaspora Indonesia di Australia untuk menandatangani dua petisi daring: Tolak Soeharto Sebagai Pahlawan dan Bebaskan Para Aktivis yang Ditahan. Menurut Melbourne Bergerak, langkah ini merupakan bagian dari gelombang perlawanan moral rakyat, di dalam maupun luar negeri, terhadap kemunduran demokrasi di Indonesia.
“Pemerintah harus tunduk pada rakyat, bukan pada elit kekuasaan dan konglomerat,” kata Jesslyn, pegiat Melbourne Bergerak. “Kami menuntut reformasi hukum yang mendasar, penghentian kebijakan yang menyengsarakan, serta ruang aman bagi warga untuk bersuara.”
Adapun kalangan Istana belum merespons saat dimintai konfirmasi dan tanggapannya ihwal kritik Melbourne Bergerak terhadap 1 tahun pemerintahan Prabowo-Gibran dari Melbourne Bergerak. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro belum menjawab pesan pertanyaan Tempo saat dhubungi dan dikirimkan melalui aplikasi perpesanan pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Pilihan Editor: