Dosen hukum tata negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai kepergian Bupati Aceh Selatan Mirwan M. S. menjalankan ibadah umrah ketika daerahnya di landa bencana merupakan pelanggaran berat. Tindakan Mirwan disebut telah melanggar sumpah atau janji kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Aturan yang dimaksud ialah janji kepala daerah memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa.
Menurut Titi, Mirwan telah melanggar aturan tersebut karena meninggalkan masyarakat di tengah kesulitan yang mereka hadapi. "Merupakan pelanggaran berat dan sangat mendasar," kata Titi saat dihubungi pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Selain itu, Mirwan juga melanggar Pasal 76 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan ini mengatur bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah setingkat bupati dan wakil bupati dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri Dalam Negeri.
Atas dasar itu, Titi berkesimpulan Mirwan telah melakukan pelanggaran berat. Ia telah memenuhi unsur untuk dijatuhi sanksi pencopotan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 23/2014.
Dalam beleid ini, kepala daerah diberhentikan dalam hal tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah, melanggar larangan, dan melakukan perbuatan tercela.
"Atas pelanggaran tersebut dan juga pelanggaran sumpa/janji, yang bersangkutan bisa diberhentikan tetap, akan tetapi mekanismenya melalui DPRD dan Putusan Mahkamah Agung," tutur Titi.
Ia mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri segera memberikan respons cepat atas polemik ini, mengingat tindakan Mirwan telah menyakiti masyarakat yang tengah berduka.
Titi mengatakan Kementerian bisa memberikan sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan, sembari memproses sanksi atas pelanggaran berat yang ia lakukan.
Di samping itu, Titi juga menyarankan Mirwan untuk mengundurkan diri agar penyelesaian polemik ini tidak berlarut-larut. "Lagipula, sebagai pemimpin yang bersangkutan sudah terbukti gagal, melanggar sumpah atau janji, dan telah menunjukkan kepemimpinan yang tidak berperikemanusiaan karena meninggalkan daerah untuk berpergian ke luar negeri yang bukan suatu prioritas apalagi genting."
Keberangkatan Mirwan menjadi polemik lantaran dilakukan di tengah bencana banjir dan longsor yang baru saja menghantam Aceh pada 25 November lalu. Dalam peristiwa itu, Aceh Selatan menjadi satu di antara 18 kabupaten dan kota yang ikut terdampak.
Geoportal Data Bencana Indonesia milik BNPB pada Sabtu, 6 Desember 2025, menyatakan secara total korban tewas di Aceh mencapai 345 jiwa, 174 orang hilang, 3,5 ribu luka-luka, dan 115 ribu rumah rusak.
Mirwan tercatat mengajukan permohonan izin perjalanan luar negeri dengan alasan penting melalui surat bernomor 093/1334/2025 tertanggal 24 November 2025 yang dikirim kepada Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
Namun, Pemerintah Aceh menolak memproses izin tersebut karena status darurat bencana masih berlaku di tingkat provinsi maupun kabupaten, sebagaimana tertuang dalam surat balasan bernomor 100.1.4.2/18413 pada 28 November 2025.
Meski izin belum terbit, Mirwan tetap berangkat ke Tanah Suci. Hingga berita ini diturunkan, ia belum memberikan pernyataan resmi terkait keberangkatannya. Sementara itu, penanganan banjir dan longsor di Aceh Selatan masih berlangsung.
.png)
3 days ago
1






















