Peserta Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2025 disambut hangat di Desa Pabuaran.(Dok.HO)
SORAK-sorai anak-anak Desa Pabuaran menyambut para peserta Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2025. Sambutan hangat itu menjadi pembuka yang menggambarkan kerukunan di Pabuaran bukan sekadar konsep, tapi kehidupan nyata.
Tak lama, suasana desa berubah semarak dengan lengkap dengan pantun jenaka dan iringan rebana.
Para tamu dari Austria, Australia, dan negara lain lalu disambut dengan tradisi Palang Pintu khas Betawi. Setelah itu, pertunjukan barongsai dan liong menambah meriah suasana. Warga Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, dan Sikh bahu-membahu menyiapkan perjamuan ini, dari menata tempat acara hingga memasak hidangan tradisional untuk para tamu.
“Di sini kami hidup saling membantu. Saat perayaan hari besar agama apa pun, semuanya saling membantu. Tidak ada batasan agama kalau urusannya gotong royong,” ujar pemuka agama Khonghucu, Haryanto, yang turut menyambut para peserta.
Kunjungan ini merupakan bagian dari program IIS 2025 yang digagas Kementerian Agama RI untuk memperkenalkan praktik toleransi dan kehidupan lintas iman di Indonesia kepada dunia. Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Muhammad Adib Abdushomad menyebut Pabuaran Kab. Bogor sebagai contoh ideal desa kerukunan, di mana harmoni dijaga melalui tindakan nyata, bukan sekadar wacana.
“Pabuaran adalah miniatur Indonesia yang hidup dengan menjunjung moderasi beragama. Warganya bukan hanya bertoleransi, tapi juga bekerja sama lintas iman untuk membangun lingkungan yang damai dan produktif,” ujarnya membuka acara, Kamis (13/11).
Dengan suara khas kendaraan hiburan lokal yang kerap disapa odong-odong, rombongan delegasi berkeliling desa. Mereka mengunjungi berbagai rumah ibadah yang berdiri berdekatan — mulai dari Mushala, Gereja, Vihara, Kelenteng, hingga Rumah Ibadah Sikh. Di setiap tempat, pemuka agama lokal menjelaskan bagaimana masyarakat saling menjaga dan menghormati kegiatan peribadatan.
Di Vihara, semerbak wangi dupa terhirup sembari mendengarkan penjelasan tentang filosofi welas asih dalam ajaran Buddha. Di gereja, Pendeta menjelaskan tentang kegiatan peribadatan rutin jamaatnya, sementara di Musala, suara adzan terdengar lembut dilanjut salat Asar bagi yang meyakini. Semua berlangsung tanpa batas, dalam suasana tenang dan penuh rasa saling menghormati. (M-3)
.png)
3 weeks ago
11




















